A story by : @takafujama
Inspired by : Isyana's song 'Tetap Dalam Jiwa'
Berulang kali aku
menggesek senar biola itu sambil melihatnya. Dia yang sibuk dengan layar
laptopnya yang menampilkan lembaran penting yang menentukan masa depan karirnya
“Hari ini jadi nonton Ta?” melihatnya seperti itu
aku sudah tahu apa jawabannya.
“Hari ini? Memang kita ada buat jadwal? Hari ini aku
harus ketemu sama klien aku,” tebakanku benar.
“Satu minggu yang lalu kita berdua udah buat jadwal.
Tapi berhubung hari ini aku ada latihan jadi aku gak bisa juga,” hanya anggukan
kepala yang aku dapat darinya setelah penjelasanku yang jelas-jelas bohong.
Aku dan dia bukan
sebentar dalam menjalani hubungan ini. 3 tahun yang lalu kami saling mengenal
satu sama lain. Tapi sekarang dia bahkan lupa terhadap hal kecil diantara kami.
“Jadwal orkestra kamu kapan Yum?” bahkan melontarkan
pertanyaan seperti itu ia tak menoleh sedikitpun kearahku.
“Bulan depan. Kamu dateng kan? Aku udah pesan sama
panitia untuk tempat duduk kamu nanti,” jelasku dengan sangat semangat.
“Hmm... aku usahain deh.”
Tiba-tiba saja aku merasa
hampa. Padahal aku rasa aku sudah terbiasa dengan ketidakjelasannya. Suta.
~~~
Aku memasukkan biola
yang sangat kusayang itu ke dalam tempatnya. Tepat 5 hari lagi adalah hari yang
sudah lama kutunggu. Penampilan grup orkestraku.
Tepat saat itu. Saat
dimana pintu lift terbuka. Aku melihatnya, tawa ceria itu bahkan hanya
kudapatkan 3 tahun yang lalu. Tapi tawa itu kini muncul lagi dan bukan aku yang
membuatnya.
“Yumi? Kamu ngapain?” andai saja aku bisa
menghilangkan diriku aku pasti masih bisa melihat tawa itu.
“Latihan orkestra. 5 hari lagi kamu lupa?” melihat
ekspresinya seperti itu lagi-lagi aku bisa menebak jawaban apa yang keluar dari
mulutnya.
“A..aaku masih ada urusan kerjaan. Kamu pulang aja
dulu nanti malam aku ke rumah kamu kita makan malam diluar,” aku mengangguk dan
kemudian melangkah keluar meninggalkan Suta dan teman wanitanya yang sangat
cantik.
~~~
Setelah hampir satu jam
aku menunggu, Suta datang dengan mobilnya dan kemudian aku bergegas masuk dan
pergi bersamanya. Tidak seperti saat-saat di masa lalu, ketika aku memasuki
mobilnya candaan penuh tawa sudah menantiku.
Bahkan setelah tiba di
restoran yang dipilihnya kami hanya sekedar duduk dan lalu memesan makanan.
“Aku tahu kamu seperti udah kayak buang waktu kamu
dengan makan malam disini denganku,” mau tak mau aku harus memecah keheningan
itu.
Suta yang tadinya sibuk
melahap pesanannya kini menoleh kepadaku dengan ekspresi yang sulit ditebak.
Aku hanya melihat ada hal sulit yang akan disampaikannya.
“Yumi aku minta maaf,” aku tersenyum samar
mendengarnya. “Aku minta maaf atas semua kesalahan aku selama 3 tahun hubungan
kita,” senyuman di wajahku masih terlihat samar. “Aku juga minta maaf karena
aku rasa 3 tahun udah cukup untuk kita. Dan kita harus berhenti sampai disini.”
Rasanya dunia sekitarku
tidak berfungsi lagi, yang aku bisa ingat bahkan hanya beberapa kata terakhir
darinya. Perlahan aku meletakkan sendokku dan tersenyum menatapnya. Mungkin
Suta sendiri sulit menebak apa arti senyumanku yang sesaat kemudian berubah
menjadi tawa bercampur tangis.
“Yumi? Are you
allright?” pertanyaan bodoh
bukan?
“I’m Ok,” jawaban yang lebih bodoh.
~~~
Ini sudah penampilan
ketiga, penampilan keempat sendiri akan diisi oleh salah satu penyanyi
pendatang baru yang akan menyanyikan lagu barunya. Aku tidak tahu pasti tetapi
sepertinya Isyana Sarasvati menyanyikan lagu itu untukku.
Aku memainkan biolaku
dengan sepenuh hatiku. Hal jarang yang pernah aku lakukan. Dan aku menangis
mendengar permainanku sendiri terlebih melihat kursi kosong yang sengaja aku
pesan satu bulan yang lalu.
‘Tetap Dalam Jiwa’
dinyanyikan Isyana dengan penuh penghayatan, sambutan meriah pun dengan mudah
ia dapatkan.
Di akhir penampilan
yang kami suguhkan aku melihat bangku kosong itu tidak lagi kosong. Mawar merah
itu tertidur rapi dengan sepucuk surat. Dan hal lain yang aku lihat adalah
punggung yang melangkah pergi. Punggung seseorang yang aku kenal. Tidak ada hal
lain yang bisa aku lakukan selama aku masih memainkan senar biolaku, selain
melihatnya.
“Maybe it’s not
a really goodbye. So, can you give me one more chance?”
“No, I can’t.
But I’ll make you sure, that you’re still in my heart.”
~~~
The End
Komentar
Posting Komentar