Langsung ke konten utama

Tears Are Fallin'

A short story by : @takafujama

Aku tersenyum. Itu pertemuan kita sejak 2 tahun yang lalu. Sejak bentrokan sederhana itu. Dan sekarang aku memintamu untuk menemuiku lagi, aku bermaksud untuk memperbaiki hubungan kita sampai menjadi 'teman'. Tapi aku salah. Pertemuan itu malah membuatmu semakin sakit sampai aku sadar aku telah menyesali masa laluku.
~~~
Aku memandang laki-laki tampan yang sedang serius menatap layar laptop itu sambil tersenyum. Aku hanya masih tidak menyangka, perempuan biasa sepertiku bisa mendapatkan seorang laki-laki yang nyaris sempurna seperti dia.

"Ruby, aku gak bisa konsentrasi kalau kamu lihatin aku kayak begitu," ucapmu dengan kesal, namun aku hanya membalasmu dengan kekehan saja.
"Habis kamu ganteng banget sih," balasku.
Dugaanku benar. Tak lama kemudian kamu tertawa, aku tahu benar kalau kamu bukanlah orang yang bisa dengan mudah marah padaku.
Berkat pertemuan tidak sengaja di lapangan basket itu, malah membuat kita menjadi seperti ini. Bahkan kita sudah bertunangan. Tidak sabar untuk segera duduk di pelaminan bersama dengan kamu, Daniel Winarta.
"Kamu nanti malam siap-siap ya. Aku jemput, biar makan malam dirumah aku, "ucapmu tiba-tiba.
"Kenapa? Memangnya ada acara ya dirumah kamu? "Tanyaku.
"Orang tua aku baru pulang dari Melbourne, dan mereka bilang mereka kangen sama kamu. Jadi kamu nanti malam dateng ya, biar aku jemput deh, "

Aku hanya tersenyum melihat wajah memohonmu yang sangat lucu itu. Lagi-lagi aku hanya bisa bersyukur bisa merasakan semua ini.
"Biar aku aja nanti naik taksi kerumah kamu, biar kamu gak bolak-balik," cegahku kemudian.
"Gak! Gak! "Protesmu. "Aku kebetulan nanti sore sekitar jam 3 mau latihan basket, selesai latihan aku biar jemput kamu aja," Lanjutmu.

~~~

Tidak terasa, dalam hitungan Minggu kita akan segera menjadi pasangan teman hidup. Aku sangat menunggu hari itu. Namun, ada hal lain yang membuatku harus segera menghentikan itu.
Malam itu aku dan kamu berada di apartemenku. Hanya berdua di sebuah meja makan yang khusus untuk menyambut kepulangan kamu dari kompetisi kamu diluar kota kemarin.
Tidak ada lelah sedikitpun diwajahmu saat kamu menceritakan seluruh kompetisi basket kamu selama Seminggu itu. Selalu semangat dan selalu ada keceriaan diwajahmu saat bersamaku. Aku hanya tidak tega dengan semua yang akan terjadi nanti.

"Daniel, kalau kamu sedih biasanya kamu ngapain?" Tanyaku mencoba bersifat sangat santai, kamu berhenti sejenak saat aku berkata seperti itu.
"Kalau itu sedih karena kamu mungkin aku bisa aja frustasi. Tapi selama ini kamu kan selalu buat aku ceria, "jawab kamu yang diakhiri dengan senyumanmu. Aku pun tersenyum.
"Waktu kamu Seminggu yang lalu bertanding keluar kota, aku datang kerumah kamu. Aku kangen sama kamu. Berbicara lewat telepon pun rasanya gak cukup untuk melampiaskan rasa rindu aku, "aku memperhatikan kamu makan sambil sesekali memperhatikan aku.
"Aku masuk kekamar kamu dan memperhatikan semuanya. Koleksi bola basket kamu, semua penghargaan kamu, dan juga foto-foto kamu, "aku bisa merasakan kalau kamu menghentikan aktivitas kamu dan kini menatapku dengan serius.
"Kamu lihat apa?" Pertanyaan singkat itu membuatku takut, nada suara dinginmu bisa saja memubunuhku saat itu. Baiklah, aku rasa aku tidak bisa lagi berbasa-basi.
"Aku tahu itu masa lalu kamu dan aku juga tahu kamu ....."
"Ruby, kamu tahu kan? Kamu masa depan aku. Selamanya menjadi masa depan seorang Daniel, "potong kamu.
"Dengan kamu menyimpan semua foto-foto itu, dan bahkan aku gak melihat satupun foto kita disitu!" Maaf aku tidak tahan lagi.
"Ruby, Stella adalah masa lalu aku. Dan kamu adalah masa depan aku. Sekalipun bingkai foto kita gak ada dikamar aku, tapi kalau aku cinta dan sayang kamu .... "
"Daniel, ini bukan menyangkut masalah foto. Tapi masalah kepercayaan, "ucapku dengan rencana. "Kamu juga tanpa sadar selalu menyamakan aku dengan Stella, kamu tahu aku gak pernah suka Strawberry Cake, tapi setiap aku ulang tahun kamu selalu kasih kue itu. Kamu tahu aku gak pernah suka buah apel, tapi kamu selalu kasih buah itu untuk aku setiap aku sakit, hal sama yang sering kamu lakukan saat kamu masih sama Stella dulu, "ungkapku akhirnya.
"Ruby, maaf mungkin aku gak menyadari semua itu. Tapi satu yang pasti aku sudah memberikan hati aku seutuhnya untuk kamu, "tanpa sadar aku menangis mendengar ucapan kamu.
"Daniel, aku gak bisa lanjutin hubungan ini sekalipun hati kamu untuk aku namun pikiran kamu masih ada di masa lalu," kamu terdiam dan tampak merenung. "Mungkin ini makan malam terakhir kita, dan jika hati kita berdua ditakdirkan untuk bersatu kembali pasti kita akan bersama. Aku yakin, "tutupku malam itu.

Kamu hanya diam dan tertawa, tanpa bisa menyembunyikan air matamu. Aku tidak tahu apakah yang aku lakukan ini benar apa tidak.

~~~

Kini aku duduk dihadapan kamu. Aku sangat bingung bagaimana aku harus memulai percakapan ini. Kamu masih sama seperti dulu, selalu ceria dan mencoba tertawa saat bersamaku. Aku kini menyesal, aku telah memberikan dan menyatakan keputusan yang salah dimasa lalu. Maaf.

"Minggu depan, aku akan menikah. Terserah kamu mau datang atau nggak. Itu keputusan kamu, "ucapku kuakhiri dengan senyuman.
Kamu menerima undangan yang aku sodorkan secara perlahan itu sambil tersenyum. Sebuah ekspresi yang tidak pernah kuduga sebelumnya.

"Aku pasti datang. Aku gak akan kecewain kamu," Sekarang aku menatap kamu dengan kaget dan terpaksa tersenyum.
"Kenapa? Kenapa kamu masih bersikap seperti ini? Aku sadar, masa lalu itu membuatku menyesal, "lagi-lagi kamu tersenyum, padahal aku sudah menangis.
"Jangan menyesali masa lalu, masa lalu ada karena masa depan. Mungkin kita memang tidak ditakdirkan bersama, mungkin dia lebih cepat untuk kamu dan aku mungkin tidak baik untuk kamu walau sebenarnya aku sangat dan masih mengharapkan kamu, "aku tidak kuasa untuk menghentikan air mataku. Aku telah melakukan keputusan yang salah di masa lalu. Dan aku menyesalinya.

Kamu berdiri dan menghampiriku lalu memelukku dengan sangat erat. Erat seakan tidak ingin melepaskanku. Kamu juga menangis. Kita sama-sama menangisi hal yang sama yang tidak akan pernah kembali. Masa lalu kita bersama.


~ The End ~

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Movie Review : [Exhuma : Menggali Dendam Kelam Sejarah Negara ]

Pertama-tama setelah menonton Exhuma, yang ingin saya ucapkan adalah Kim Goeun di layar bioskop lebih cakep daripada di layar ponsel. Kayak bingung aja gitu mau kagum sama visual atau akting dia yang sama-sama gong banget itu. Baiklah, review ini akan saya mulai dengan bismillah. Exhuma bukan sekedar film horror yang menjual jumpscare ala-ala gitu, tetap ada sisi mengejutkan yang yah cukup bisa membuat duduk para penonton menjadi gelisah. Jujur, waktu nonton ini ada perasaan gelisah yang lebih ke greget untuk fast forward ke scene berikutnya. Jika dibandingkan dengan The Wailing (2016), Exhuma masih jauh lebih mudah untuk dimengerti jalan ceritanya. Siapa yang pernah kepikiran untuk jadiin film horror berbasis sejarah Negara? Untuk mengerti alur cerita film ini, setidaknya kita harus paham dulu mengenai sejarah kelam Korea dengan Jepang.   Dari awal film dimulai, semua scene masih terasa biasa saja, tidak banyak jumpscare namun setiap scene-nya berhasil menyampaikan bahwa ‘ini lo

MOVIE REVIEW - JOHN WICK : CHAPTER 4

                                            JOHN WICK : CHAPTER 4 “Aksi Laga Indah, Persembahan Terakhir (?) Jonathan Wick”               Rasanya penantian saya menanti John Wick : Chapter 4 ini sangat terbayar tuntas. Selama 2 jam 49 menit, saya disuguhi aksi laga menakjubkan dengan latar belakang sinematografi yang sangat indah. Seperti melihat parade atau pameran sinematografi, sehingga sangat disarankan untuk ditonton langsung di layar bioskop untuk hasil yang memuaskan.             Jika saja John Wick ini adalah sebuah teks soal ujian, maka pertanyaan yang muncul adalah ‘Berapa sisa nyawa John Wick?’             Sudah lama menunggu sampai ditunda masa penayangan, Saya sama sekali tidak menonton trailer John Wick : Chapter 4. Demi tidak menaikkan atau menurunkan ekspetasi saya saat menontonnya nanti. Ternyata hasilnya ‘wow’ ‘wow’ ‘wow’ sepanjang film. Saya terpukau sepanjang film dengan aksi laga, cerita hingga ke akting para pemainnya.             Saya tahu bahwa Donni

Hati-Hati di Jalan

             a short story inspired by Tulus' song.                  Perempuan itu masuk ke dalam mobil sambil menepuk pelan lengannya yang sempat terkena air hujan. Di sebelahnya seorang laki-laki sudah mengulurkan handuk kecil untuknya. “Ga usah, cuma kena dikit doang,” ucap si perempuan. “Gak ketebak banget bakal hujan gini,” lanjutnya. “Biasanya kan lo si sedia payung sebelum hujan,” balas si lelaki sambil melempar handuk kecil itu lagi ke kursi belakang. “Makanya itu, gak ketebak banget cuacanya.” “Sama kayak lo,” lelaki itu langsung mendapat cibiran dari si perempuan di sebelahnya.             Perempuan itu melihat ke arah luar jendela mobil dan menghela nafas lega, karena ia tidak terkena guyuran hujan yang kala itu memang deras sekali. Ia merogoh tasnya dan langsung mengangkat panggilan ponselnya yang berdering. “Halo? Iya, gapapa aku udah di jalan juga ... iya gapapa sayang ... aku?” perempuan itu melirik ke arah lelaki di sebelahnya yang fokus menyetir. “Aku