Langsung ke konten utama

It Has To Be You



#8TahunLalu.....

“Ah lihat mereka, setiap hari selalu bertengkar. Mungkin nanti kalau kita dewasa, mereka yang pertama kali akan memberikan undangan pernikahan pada kita.”
Mendengar itu, membuat suasana kelas yang tadinya nyaman menjadi riuh ramai tak terkendali. Selain itu, sepasang remaja tampak saling lihat dengan tatapan penuh kebencian. Mereka adalah Lee Yong Dae dan Han Seol Hee, 2 remaja yang sangat bertolak belakang.
Yong Dae yang merupakan jagoan olahraga bahkan pernah mewakili sekolahnya untuk pertandingan renang se-nasional. Sementara Seol Hee, selain cantik, ia juga mahir menggambar dan mendesain pakaian, hal itu membulatkan tekadnya untuk mengambil jurusan fashion design setelah ia menyelesaikan bangku SMA-nya.
Seol Hee yang selalu kesal jika Yong Dae yang mengambil barang-barangnya begitu saja, dan Yong Dae yang nyaris selalu menghancurkan gambar desain milik Seol Hee. Perselisihan dan pertengkaran antara Yong Dae dan Seol Hee menjadi hiburan tersendiri bagi siswa-siswi lain di kelas mereka.
“Kau! Kenapa kau harus lahir ke dunia ini?!” omel Seol Hee saat Yong Dae tak sengaja menyenggolnya saat sedang menggambar.
Yong Dae menggidikkan kedua bahunya. “Karena Ayah dan Ibuku,” jawabnya lalu pergi begitu saja.
“AAAAA!! Sakit!! Hei! Kau gila ya!?”
Yong Dae berteriak kesakitan saat Seol Hee menjambak rambutnya dan menariknya keluar dari kelas.
“Kau! Menjauhlah dariku!” teriak Seol Hee setelah melepaskan jambakannya di rambut Yong Dae.
“Kau gila! Selamanya gila di mataku!” balas Yong Dae yang diacuhkan begitu saja oleh Seol Hee.
~~~

“Hari ini aku akan membebaskan kalian dari segala tugas....
“Horee!! ..... Yuhuuuu!!! ..... Akhirnya! .....” Terimakasih!!!! ......”
“Kecuali yang satu ini. Ini merupakan tugas terakhir kalian dariku sebelum kalian berpisah dengan teman-teman kalian.”

Murid-murid yang sebelumnya berteriak girang, kini malah terdiam dan menggerutu kesal. sementara guru mereka melihat mereka dengan tersenyum senang dan bahagia.
“Tulislah kenangan kalian bersama teman-teman yang menurut kalian itu yang berkesan. Nanti itu harus kalian simpan dan baca lagi setelah beberapa tahun kalian tamat dari sini,” ucap sang guru.
“Hanya itu?”
“Kalau kalian mau silahkan tambahkan penggunaan rumus tekanan udara dengan fungsi x dalam matematika. Walaupun itu sangat aneh,” balas sang guru.
“Wah! Aku penasaran dengan tulisan milik Yong Dae dan Seol Hee! Apakah kalian menaburkan bumbu kebencian dan cinta dalam tulisan kalian?” goda salah satu murid yang kebetulan duduk tidak jauh dari Yong Dae.
Murid tersebut langsung diam saat sebuah sepatu melayang mengenai kepalanya dan itu berbanding lurus dengan tatapan kesal milik Yong Dae.
“Kau! Diamlah! Aku sedang fokus!” omelnya.
Seol Hee melihat Yong Dae dan membuangnya saat Yong Dae berbalik dan malah menutupi kertas miliknya sendiri, seolah takut dilihat oleh siapapun.
~~~

“Aku penasaran, apa yang kau tulis tadi! Apa Yong Dae ada di tulisanmu tadi?”
Seol Hee menoleh dan memegangi kepalanya mencoba mengingat. Temannya, Seul Gi masih menunggunya.
“Dia ada dalam tulisanku,” jawab Seol Hee. “Dalam tulisanku, aku menuliskan seluruh kebencian padanya,” lanjutnya.
“Ah! Sepertinya kalian memang saling benci ya,” komentar Seul Gi.
Seol Hee mengikuti arah pandang Seul Gi, ia mendapati Yong Dae berjalan di belakangnya sambil menatapnya dengan tajam.
“Hei! Apa yang kau tulis mengenai Seol Hee di tulisanmu tadi?” tanya Bok Gu, salah satu teman Yong Dae.
“Aku tidak menulis apapun tentang dia! Kalaupun ada, sudah pasti itu semua tentang kebencian,” jawab Yong Dae lalu berjalan melewati Seol Hee.
~~~

#June2016

Seol Hee berhasil meraih impiannya dengan menjadi fashion designer kenamaan di Seoul. Seluruh hasil karyanya tak jarang dipakai oleh artis hallyu di negaranya. Sekarang ia disibukkan dengan berbagai desain yang harus ia selesaikan.
“Seol Hee-ah ada yang mencarimu.”
Seol Hee menoleh pada asistennya namun kembali fokus pada desain pakaiannya. “Apa itu Woo Jin?” tanyanya.
“Bukan. Tapi aku rasa kau mengenalnya sama seperti aku,” ucap asistennya.
Awalnya Seol Hee ingin menyuruh tamu itu menunggunya. Tetapi asistennya yang bernama Yoo An itu berhasil membuatnya penasaran.
“Siapa yang mencariku?” tanya Seol Hee begitu keluar dari ruangannya.
“Aku.”
Pandangan Seol Hee jatuh kepada lelaki dewasa yang mengenakan sweater merah marun, celana jeans biru gelap dan sepatu Vans hitam. Sungguh penampilan yang sangat casual, namun entah mengapa Seol Hee menyukai itu.
“Kau...” Seol Hee menghela nafasnya dan kemudian tersenyum. “Yong Dae-ssi silahkan masuk ke ruanganku,” ucapnya.
~~~

“8 tahun yang lalu aku punya banyak teman, dan sekarang kenapa aku malah mendatangi musuhku sendiri?”
Dengan tatapan kesal, Seol Hee menyodorkan begitu saja minuman dingin pada Yong Dae.
“Kalau begitu kau bisa keluar sekarang,” desis Seol Hee.
Yong Dae menyengir sambil menerima minuman dari Seol Hee. “Aku bercanda. Aku butuh bantuanmu,” ucapnya.
“Apa?”
“Aku tahu kau jarang mendesain baju pria, tetapi aku sangat butuh sekali. Temanku akan menikah bulan depan, dia teman terbaikku, jadi aku ingin tampil istimewa di hari spesialnya nanti,” jelas Yong Dae.
“Wah! Aku tidak menyangka kau punya teman juga rupanya,” komentar Seol Hee diiringi tawa gelinya.
“Kau bersedia tidak?!”
“Baiklah! Ini khusus untukmu, aku melakukan ini karena kau dan aku pernah satu kelas dan tidak lebih, hanya itu.”
~~~

“Saat kemarin kau datang ke kantorku, aku kira itu akan menjadi terakhir kalinya kau menggangguku. Tapi sekarang kau malah mengajakku makan siang bersama.”
Yong Dae tidak begitu memperdulikan celotehan Seol Hee, ia sibuk memanggang daging di hadapannya.
“Kenapa memangnya? Kau bisa pergi sekarang,” balas Yong Dae.
“Kau menyuruhku pergi setelah menyeretku ke restoran yang letaknya sangat jauh dari kantorku?!” omel Seol Hee. “Lagipula bagaimana, jika nanti teman yang lain melihat kita berdua seperti ini?!” lanjutnya.
Yong Dae menyengir dan memasukkan daging ke mulut Seol Hee. Omelan Seol Hee langsung berhenti saat itu, namun tidak dengan tatapan kesalnya.
“Aku tahu kau senang saat teman-teman meledeki kita dulu, jangan menyinggungnya seperti itu,” sahut Yong Dae.
“Sebaliknya, aku merasa buruk sekali.”
“Kita tidak berdua saja, sebentar lagi temanku datang. Aku yakin kau pasti mengenalnya,” ucap Yong Dae.
“Benarkah?”
“Yong Dae-ah!”
“Woo Jin-ah!”
Seol Hee melihat Yong Dae melambaikan tangannya pada seorang lelaki dewasa yang juga tampak sangat casual saat itu. Penampilan yang sangat disukai oleh Seol Hee, lalu ia sadar. Yong Dae mengenal Park Woo Jin, atlet renang Korea yang belum lama meraih medali perak di ajang olimpiade London 2012 silam. Park Woo Jin, kekasihnya.
~~~

“Seol Hee? Sedang apa di sini? Dan? Astaga? Kalian saling kenal?”
Saat itu, Woo Jin duduk dan berhadapan dengan Seol Hee, Yong Dae tersenyum menutupi kebingungannya.
“Aku juga ingin menanyakan hal yang sama sebenarnya,” ucap Yong Dae.
“Yong Dae-ah, dia yang akan menikah denganku.”
Yong Dae benar-benar terkejut, itu ia ekspresikan dengan tidak sengaja menumpahkan air minumnya.
“Bagaimana bisa?”
“Sama sepertimu, orang-orang sangat mengenal kita dan aku takut terjadi apa-apa dengannya, jadi aku menyembunyikan keberadaannya hingga nanti kami mengumumkan kapan kami akan menikah,” jelas Woo Jin.
“Termasuk dariku?”
“Tentu saja. Kau dan aku sama-sama tampan, aku takut dia akan beralih padamu,” canda Woo Jin yang mengundang senyum dari Seol Hee.
“Ah! Ini seperti drama saja,” gerutu Yong Dae.
“Sekarang jelaskan, apa hubungan kalian?” tanya Woo Jin sambil memangku dagu dengan tangannya.
“Aku teman sekelas Seol Hee sejak kelas satu SMA. Kami berteman baik,” jelas Yong Dae yang diakhiri senyum lebarnya.
“Aku bahkan pernah menjambak rambutmu, dan kau bilang kita berteman baik?” balas Seol Hee.
“Teman baik tidak harus saling memuji kan?” balas Yong Dae lagi.
Woo Jin lalu memperhatikan Yong Dae dan juga Seol Hee yang sama-sama sibuk memanggang potongan daging.
“Kau bilang mau mengenalkanku pada pacarmu,” ucap Woo Jin. “Perempuan yang akhirnya kau pacari setelah lama menunggu sejak kau masuk SMA,” lanjutnya.
“Oh? Itu? Dia tidak bisa hadir,” jawab Yong Dae lalu memasukkan daging ke mulutnya.
“Kau sudah punya pacar? Siapa? Apa aku tahu?” tanya Seol Hee didorong oleh rasa penasarannya.
“Seul Gi. Song Seul Gi, teman terdekatmu waktu SMA.”
Seol Hee menganggukkan kepalanya dan tersenyum. Pertemuan yang sama sekali tidak ia sangka dan ia duga sama sekali sebelumnya.
“Pantas saja dia selalu menanyai tentang dirimu padaku, apalagi saat kita dulu sering bertengkar. Aku rasa dia cemburu padaku waktu itu,” ucap Seol Hee. “Tapi kenapa dia tidak cerita padaku? Ah! Pasti dia takut kalau aku akan menjambak rambutmu lagi.”
“Ah! Kau terlalu percaya diri!” omel Yong Dae.
~~~

Malam itu Seol Hee bergegas pergi dari rumahnya untuk menemui seseorang. Setidaknya kali ini bukan Yong Dae yang kebetulan sudah lama tidak hadir dihadapannya, sekalipun hanya untuk mengganggunya. Ia tiba tepat waktu saat seorang wanita melambaikan tangan ke arahnya.
“Seul Gi-ah ada apa malam-malam begini minta bertemu?” tanyanya.
“Ini minumlah dulu, aku pesankan minuman kesukaanmu,” jawab Seulgi. “Aku butuh bantuanmu,” ucapnya saat Seol Hee menyeruput minuman yang baru saja ia sodorkan.
“Apa?”
“Yong Dae sudah beberapa Minggu tidak menjawab teleponku,” ucapnya.
“Apa kalian bertengkar?” tanya Seol Hee.
“Tidak. Hanya saja sepertinya ia sedang ada masalah besar, bahkan ia jarang latihan renang, padahal sebentar lagi dia harus bertanding di olimpiade Rio.”
“Sebaiknya kau datang saja ke apartemennya, bagaimanapun juga kau itu kekasihnya dia tidak boleh egois seperti itu,” ucap Seol Hee yang mengundang kerutan bingung di dahi Seul Gi.
“Aku kekasih Yong Dae?”
“Ah? Beberapa waktu yang lalu dia sempat mengatakannya padaku.”
“Kapan?”
“Sudah lama sekali, waktu dia akhirnya tahu kalau aku adalah tunangan temannya, Woo Jin.”
“Seol Hee-ah,” ucap Seul Gi. “Aku tidak mungkin berpacaran dengan sepupuku sendiri,” lanjutnya.
“Sepupu? Jadi sebenarnya kau dan Yong Dae adalah saudara sepupu? Tetapi saat itu dia dengan jelas menyebutkan namamu, Song Seul Gi,” ucap Seol Hee yang kini menjadi bingung.
“Apa Yong Dae belum menyuruhmu membaca surat yang dia tulis 8 tahun lalu?”
“Untuk apa dia menyuruhku membacanya?”
~~~

Di depan lift, Seol Hee dengan ragu mengangkat telepon dari Woo Jin. Tidak ingin Woo Jin khawatir, Seol Hee mencoba mengatur nafas dan suaranya sebelum berbicara dengan Woo Jin.
“Woo Jin-ah? ..... makan siang? .... maafkan aku, temanku sedang sakit, aku harus menjenguknya .... besok? Baiklah aku akan datang kesana besok .... oh? Kau menjemputku? .... baiklah .... sampai nanti ....”
Akhirnya, Seol Hee tiba di depan sebuah apartemen yang akan ia masuki. Seol Hee terlihat ragu untuk memencet bel pintu tersebut, ia takut kalau sesuatu yang buruk akan atau malah sudah terjadi.
Tiba-tiba pintu terbuka dan Seol Hee tersenyum saat melihat Yong Dae tampak baik-baik saja.
“Apa aku boleh masuk?”
Yong Dae menghela nafasnya. “Lain kali pencet saja bel pintu, jangan terlihat ragu seperti tadi. Aku mengira kau tadi itu penjahat,” omel Yong Dae.
Seol Hee tidak memperdulikan omelan Yong Dae, ia malah masuk dan melihat isi apartemen Yong Dae yang terlihat nyaman.
“Kau datang sendirian? Tanpa Woo Jin?” tanyanya.
“Ya,” jawab Seol Hee. Terjadi hening yang cukup lama, sebelum Seol Hee akhirnya mengagetkan Yong Dae yang seolah tak percaya akan kehadirannya. “Hei aku ini tamu, kenapa tidak sediakan minuman untukku?”
“Kau mau makan sekalian? Biar aku masakkan,” ucap Yong Dae.

~~~

Sesekali Yong Dae memperhatikan Seol Hee yang sedang melihat koleksi medali miliknya. Ia lalu kembali sibuk mengiris beberapa bahan makanan untuk dirinya dan juga Seol Hee.
“Koleksi medalimu lebih banyak daripada Woo Jin,” ucap Seol Hee.
“Benarkah? Padahal saat SD aku selalu kalah jika harus bertanding renang dengannya,” balas Yong Dae.
“Medali ini harusnya kau berikan untukku kan?”
Irisan Yong Dae terhenti, sepertinya bukan karena tangannya yang tak sengaja ikut teriris. Ucapan Seol Hee yang tenang baru saja juga mengiris hatinya.

“Aku senang kau selalu menggangguku. Aku senang aku terluka karenamu. Aku senang jika itu membuatmu selalu dekat denganku. Aku tidak tahu apa aku akan bertemu denganmu lagi atau tidak, tetapi satu hal yang pasti, aku tidak nyaman berada jauh darimu. Aku pernah menangis saat libur panjang, itu karena aku merindukanmu dan aku tidak bisa melakukan apapun. Saat kau dan aku sudah dewasa nanti, bisakah aku memelukmu sekali saja? Aku tidak benar-benar membencimu, tapi aku sungguh sangat menyukaimu dan berharap rasa ini abadi. Teruntuk, Lee Yong Dae.”

“Apa kau punya plaster? Tanganku....”
“Itu isi surat yang aku tulis 8 tahun yang lalu,” ucap Seol Hee sambil memegang medali emas yang di raih Yong Dae di olimpiade London 2012 silam.
“Seol Hee-ah....”
“Andai saja waktu itu kau datang setelah membuatku menangis, andai saja kau tahu isi hatiku, apa kita akan seperti ini?” tanya Seol Hee. “Andai saja 8 tahun yang lalu kau yang mendatangiku, bukan Woo Jin, mungkin aku akan mengenalmu sebagai kekasihku,” lanjut Seol Hee.

Yong Dae tidak paham dengan apa yang sebenarnya sudah terjadi. Darah masih menetes dari tangannya yang teriris, begitu juga dengan luka hatinya yang melebar saat melihat Seol Hee menangis.
“Kau bisa memelukku kapanpun kau mau. Berbaliklah, aku akan selalu ada untukmu. Aku selalu menunggumu, selama apapun itu.”
Seol Hee berbalik dan Yong Dae langsung memeluknya dengan sangat erat. Yong Dae mengusap kepala Seol Hee dengan penuh kasih, walaupun penantiannya selama 8 tahun harus menjadi seperti ini.
“Maafkan aku,” ucapnya.
Tangisan Seol Hee langsung pecah, ia memeluk tubuh Yong Dae dengan erat, tak ingin melepaskannya begitu saja. Selama ini cintanya bersambut, hanya saja ia tidak menyadari semua itu.
~~~

Dari Lee Yong Dae untuk Han Seol Hee,
Aku menyukainya. Aku suka kekurangannya, dan aku cinta kelebihannya. Aku harus melamarnya jika aku berhasil mendapatkan medali emas olimpiade, aku juga akan persembahkan emas itu untuknya. Aku pikir aku gila, tetapi jika itu karenanya, aku rela. Han Seol Hee, aku menyukaimu. Aku berharap rasa ini abadi nantinya.


~THE END~

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Day We Parted

                        Perempuan itu menoleh ke belakang, mendapati seorang lelaki tengah berdiri sambil tersenyum. Perlahan perempuan itu mengangkat sedikit gaunnya yang sesekali terinjak kakinya yang belum mengenakan sepatu. “Cantik banget sih?” “Bisa aja lo.” “Tapi serius deh, ga nyangka gue lo cakep kalo dandan kayak gini,” ucap lelaki itu yang perlahan berjalan mendekati sang perempuan yang masih sibuk berkaca ditemani seorang perias. “Mbak Sara, 30 menit lagi saya jemput mbak-nya ya,” ucap sang perias yang berbalas anggukan kepada perempuan bernama Sara itu. Seolah paham, bahwa 2 orang tersebut sedang butuh privasi untuk sementara waktu.             Hanya ada saling pandang dan senyuman yang canggung antara 2 orang tersebut. Padahal 4 tahun harusnya waktu yang lama untuk bisa berhenti canggung satu sama lain. “Secantik itu ya...

My Old Story

  I wrote this story based on my life story. I wrote it while listening to IU's song "My Old Story."             Hanya ada keheningan, seorang wanita paruh baya memandang ke arah 2 orang putrinya. Tatapannya yang lemah itu, pernah berhasil menakuti masa kecil kedua putrinya. Tetapi kini, bahkan tatapan lemah wanita paruh baya itu tak mampu membuat kedua putrinya untuk kembali memandangnya. “Sakila, ibu mohon tinggal sehari dulu ya disini,” ucap wanita paruh baya itu memandang ke salah 1 putrinya yang sejak tadi sibuk dengan ponselnya. “Ga bisa bu, besok jam 11 aku udah harus flight ke Jakarta ada meeting sama klien,” jawab sang putri yang masih enggan menatap wajah sang Ibu. “Tiketnya apa ga bisa dijadwal ulang?” tanya sang ibu yang kini mendapat tatapan kesal dari sang putri. “Kila bisa batalin tiketnya bu, tapi kesempatan untuk ketemu klien kali ini ga datang 2 kali bu,” jawab Sakila yang berusaha meredam kekesalannya. “Mbak, lo bisa gak s...

Our Unwritten Seoul, Drama Ter-Healing se-2025

Setiap orang hidup dengan luka dan trauma masing-masing. Orangtua, saudara bahkan diri kita sendiri, terkadang masih menyangkal bahwa hidup berjalan baik-baik saja, padahal bagaimana kita menghadapi dan menjalani kehidupan yang seolah baik-baik saja ini malah menunjukkan, bahwa ada beberapa hal yang harus dan perlu dikomunikasikan. Our Unwritten Seoul adalah project drama kesekian milik Park Bo Young sebagai pemeran utama. Mengisahkan tentang sepasang saudara kembar identik, Yu Mi Rae dan Yu Mi Ji. Selayaknya saudara kandung, mereka memiliki kepribadian yang sangat bertolak belakang. Mi Ji adalah sosok ceria sedangkan Mi Rae memiliki sosok dingin dan dikenal dengan kepintarannya. Drama ini sepenuhnya berfokus dengan kisah Mi Ji selama menggantikan Mi Rae yang bekerja di Seoul. Sayangnya saya malah sangat menyukai dan merasa sangat relate dengan tokoh Mi Rae. Entah karena dia anak sulung atau kehidupannya yang memang terasa sangat nyata bagi saya. Ada masa di mana kita ingin melu...