Langsung ke konten utama

[CERPEN] - Emergency Number


           

https://weheartit.com/entry/322134797

a short story by Fujama

           Namanya Liora, sedang berjalan namun dengan langkah yang terhitung cepat. Wajahnya tampak was-was sambil melihat secara acak ke arah sekitarnya, seperti mencari seseorang. Dia berhenti melangkah bersamaan dengan pandangannya yang menuju ke satu arah, seorang pria yang sedang dalam posisi tidur didampingi dengan seorang dokter dan juga suster.

“Dokter....”
“Anda?”
“Liora William, someone calling me by phone.”

            Dokter tersebut langsung merogoh sakunya sambil mengeluarkan ponsel milik pria yang sedang tertidur, Ia berikan kepada Liora yang tampak terpaksa menerimanya.

“Seseorang yang tidak sengaja bertemu dengannya melihatnya terduduk kesakitan hingga pingsan di jalan,” jelas sang dokter.
“Kenapa meneleponku?”
“Penolongnya bilang, Andrew menyuruhnya untuk menekan speed dial number 1,” jawab dokter tersebut. “Apakah anda....”
“Temannya, aku temannya.”

~~~

            Pukul 7 malam, berarti sudah ada 3 jam Liora duduk sambil melihati wajah lelaki yang masih tertidur, entah karena penyakitnya atau pengaruh obatnya. Andrew Clark harusnya masih menjadi kekasihnya jika setahun yang lalu ada yang menghalangi mereka untuk memutuskan hubungan. Liora sempat bersumpah, siapapun akan menderita perlahan jika memiliki hubungan istimewa dengan penyanyi seperti Andrew, apalagi yang menghalangi selain menjadi terkenal? Ya didekati banyak wanita.

“Sudah bangun?”
“Maafkan Aku.”

            Liora menghela nafas, setidaknya lelaki itu sadar juga.

“Aku sudah menelepon manajer-mu, dia akan segera datang dan sekarang masih di jalan,” ucap Liora.
“Terima kasih.”

            Sambil memandangi layar ponsel milik Andrew, Liora menggigit bibir bawahnya, ingin bertanya sesuatu namun ada rasa ragu.

“Tanyakan saja,” Liora menoleh dan melihat Andrew tengah melihatinya sejah tadi.
“Kenapa?”
“Apa?”
“Waktu kita masih bersama, Kamu gak pernah mau menunjukkan dengan nama apa aku di ponselmu,” ucap Liora tanpa melihat wajah Andrew lalu ia menunjukkan layar ponsel Andrew yang berisi kontak milik Liora sendiri.

More than 911  

            Andrew melihat layar ponselnya sendiri dan tersenyum pahit, setahun yang lalu ia punya cara sendiri untuk menunjukkan nama kontak untuk kekasihnya sendiri, tapi siapa yang bisa menebak, kalau ia harus menjelaskan malah setelah putus hubungan.

“I never be kidding when I said I need you 365 24/7,” ucap Andrew setelah sebelumnya menarik nafas panjang. “You’re my emergency number whenever I get stress because of my f**king bad schedule,” sambungnya.
“Why?”
“Liora, how can I say ‘i love you’ to another woman when you’re the only one my emergency number? I need you.”

           Bayangan masa lalu di mana Liora yang tengah beristirahat dari shift kerja paruh waktu yang menurutnya gila, namun masih menyempatkan diri mengangkat deringan dari Andrew yang sibuk menggelar tur konser di beberapa kota. Mulai dari mendengar keluh kesah hingga menceritakan kejadian lucu, hal yang  biasa dalam hubungan itu menurut Liora terasa menyesakkan jika diingat kembali.

“Manajer-mu sudah di lobi, Aku akan bergegas pergi.”

            Liora meletakkan ponsel Andrew di sisi lain tempat tidur dan merapikan selimut yang dikenakan oleh Andrew. Sudah saatnya ia pergi, dan harusnya memang tidak pernah lagi bertemu dengan Andrew.

“There is no chance for me?” tanya Andrew yang menahan pergelangan tangan Liora.
“After all this time, always no.”
“Why?”
“Aku selalu mendengarkanmu, tapi apa pernah terlintas di benakmu untuk mendengarkanku?”

            Andrew perlahan melepaskan genggamannya di pergelangan tangan Liora, harusnya ia sadar, kesalahannya di masa lalu tidak mungkin bisa memberikan kesempatan kedua.

“Perbaiki pola makanmu, dokter bilang ada masalah di lambungmu,” ucap Liora. “Aku pergi,” tutupnya yang langsung bergegas pergi meninggalkan Andrew dengan senyuman di wajahnya.

~~~

2018
            Burger berukuran mini itu tampak tidak tersentuh oleh Liora, pandangannya fokus melihati layar ponselnya. Entah karena sudah kenyang atau malah sudah bosan dengan burger yang hampir setiap hari ia lihat dan makan di saat waktu senggangnya.

“Mom in the hospital, she’s ok, see you there. Xoxo” – Lila.

            Liora menarik nafasnya, berusaha mencoba baik-baik saja setelah menerima pesan dari adiknya. Ibunya sudah lama sakit, sudah berkali-kali keluar-masuk rumah sakit, berkali-kali juga Liora berharap tidak lagi Ibunya menginjak lantai rumah sakit. Badannya menunduk, kedua telapak tangan  menutup wajahnya, ia menangis, burger nikmat itu memang sudah tidak berharga sejak awal.

Ponselnya berdering.

“Halo Andrew?” sapa Liora.

“Penonton konser di Boston lebih banyak dari minggu lalu waktu di Chicago,” ..... “Panitia penyelenggara sedikit mengesalkan tapi beruntung mereka bisa mengatasinya sendiri,” ..... “Suasana konser kali ini juga sangat meriah,” .....

“Andrew, Lila bilang Ibuku.....”

“Tau gak? Ada kejadian lucu, Aku jadi tukang foto manajer-ku – Richard,” ..... “Sepertinya popularitasku akan tersaingi dengan manajer-ku sendiri,” ..... “Tadi mau bilang apa?”

            Liora terhenyak, hanya bisa menghela nafas dengan wajah yang kecewa. Apa arti mendengarkan jika tidak pernah didengar, pikir Liora kala itu.

“Aku harus kembali bekerja, selamat bersenang-senang.”

            Liora mematikan ponselnya, ia memang benar-benar harus kembali bekerja.

~~~



Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Day We Parted

                        Perempuan itu menoleh ke belakang, mendapati seorang lelaki tengah berdiri sambil tersenyum. Perlahan perempuan itu mengangkat sedikit gaunnya yang sesekali terinjak kakinya yang belum mengenakan sepatu. “Cantik banget sih?” “Bisa aja lo.” “Tapi serius deh, ga nyangka gue lo cakep kalo dandan kayak gini,” ucap lelaki itu yang perlahan berjalan mendekati sang perempuan yang masih sibuk berkaca ditemani seorang perias. “Mbak Sara, 30 menit lagi saya jemput mbak-nya ya,” ucap sang perias yang berbalas anggukan kepada perempuan bernama Sara itu. Seolah paham, bahwa 2 orang tersebut sedang butuh privasi untuk sementara waktu.             Hanya ada saling pandang dan senyuman yang canggung antara 2 orang tersebut. Padahal 4 tahun harusnya waktu yang lama untuk bisa berhenti canggung satu sama lain. “Secantik itu ya...

My Old Story

  I wrote this story based on my life story. I wrote it while listening to IU's song "My Old Story."             Hanya ada keheningan, seorang wanita paruh baya memandang ke arah 2 orang putrinya. Tatapannya yang lemah itu, pernah berhasil menakuti masa kecil kedua putrinya. Tetapi kini, bahkan tatapan lemah wanita paruh baya itu tak mampu membuat kedua putrinya untuk kembali memandangnya. “Sakila, ibu mohon tinggal sehari dulu ya disini,” ucap wanita paruh baya itu memandang ke salah 1 putrinya yang sejak tadi sibuk dengan ponselnya. “Ga bisa bu, besok jam 11 aku udah harus flight ke Jakarta ada meeting sama klien,” jawab sang putri yang masih enggan menatap wajah sang Ibu. “Tiketnya apa ga bisa dijadwal ulang?” tanya sang ibu yang kini mendapat tatapan kesal dari sang putri. “Kila bisa batalin tiketnya bu, tapi kesempatan untuk ketemu klien kali ini ga datang 2 kali bu,” jawab Sakila yang berusaha meredam kekesalannya. “Mbak, lo bisa gak s...

Our Unwritten Seoul, Drama Ter-Healing se-2025

Setiap orang hidup dengan luka dan trauma masing-masing. Orangtua, saudara bahkan diri kita sendiri, terkadang masih menyangkal bahwa hidup berjalan baik-baik saja, padahal bagaimana kita menghadapi dan menjalani kehidupan yang seolah baik-baik saja ini malah menunjukkan, bahwa ada beberapa hal yang harus dan perlu dikomunikasikan. Our Unwritten Seoul adalah project drama kesekian milik Park Bo Young sebagai pemeran utama. Mengisahkan tentang sepasang saudara kembar identik, Yu Mi Rae dan Yu Mi Ji. Selayaknya saudara kandung, mereka memiliki kepribadian yang sangat bertolak belakang. Mi Ji adalah sosok ceria sedangkan Mi Rae memiliki sosok dingin dan dikenal dengan kepintarannya. Drama ini sepenuhnya berfokus dengan kisah Mi Ji selama menggantikan Mi Rae yang bekerja di Seoul. Sayangnya saya malah sangat menyukai dan merasa sangat relate dengan tokoh Mi Rae. Entah karena dia anak sulung atau kehidupannya yang memang terasa sangat nyata bagi saya. Ada masa di mana kita ingin melu...