Langsung ke konten utama

[CERPEN] - Gone







GONE a story by Fujama







"Kamu tunggu di tempat biasa aja ya Ben, nanti kita berdua nyusul.”

          
    Adikku yang bernama Beno itu mengangguk dengan wajah lusuhnya, berbanding terbalik dengan Aku dan suamiku yang bersiap menuju satu ruangan, kami tersenyum cerah seperti biasa.

“Masuk!”

            Aku langsung masuk begitu ketokanku disambut oleh suara ramah seorang dokter perempuan yang sudah sangat mengenalku. Bersama dengan suamiku, kami duduk di hadapan dokter tersebut yang tersenyum ramah pada kami.

“Bagaimana kabarnya?” tanyanya seraya sibuk membereskan beberapa kertas di mejanya.

“Baik dok, obat dari dokter juga sudah saya minum sampai habis.”

“Kalo gak aku paksa juga gak bakal habis obatnya.”

            Aku mendelik kesal ke arah suamiku yang berbisik, namun rasanya masih bisa terdengar oleh dokter di depanku.

“Kuat banget sih bisik-bisiknya!” aku balas dengan mengomel namun dengan suara yang berbisik.

            Dokter di hadapanku tersenyum mendengarnya, Aku jadi malu sendiri karena tingkah konyol suamiku.

“Luka di tubuh Anda sudah mendingan? Apa masih butuh perawatan lagi?” tanya dokter itu lagi.

“Nggak dok, luka di dahi sama tangan saya udah sembuh kok,” jawabku. “Tapi gimana dengan suami saya dok?” tanyaku.

“Aku baik-baik aja kok,” jawab suamiku.

“Kapan gips di tangannya bisa dilepas?” tanyaku tanpa menghiraukan perkataan Ardi. Ah iya nama suamiku adalah Ardi.

Dokter itu lagi-lagi tersenyum sambil memandangku. “Sudah bisa dibuka kapan pun bapak Ardi menginginkannya,” jawabnya. “Oh iya, Anda kesini dengan siapa?” tanya dokter.

“Bertiga. Saya, Mas Ardi dan Beno adik saya,” jawabku sambil tersenyum kecil. “Semenjak kita berdua kecelakaan waktu itu, jadi gak berani lagi untuk nyetir mobil sendirian,” lanjutku yang disambut anggukan kecil oleh sang dokter.

“Berarti masih trauma sekali ya dengan nyetir mobil sendiri?” tanya dokter itu lagi.

“Saya bahkan hampir pingsan kalau sudah harus ke rumah sakit naik mobil,” jawabku. “Tapi untungnya mas Ardi selalu tenangin saya,” lanjutku sambil menggandeng erat sekali lengan mas Ardi, suamiku.
~~~

            Aku terperanjat kaget begitu membuka pintu, Beno sudah ada di hadapanku. Sejak tadi Ia menungguku dan mas Ardi di depan pintu ruangan dokter.

“Halo Beno!” sapa sang dokter yang juga ikut keluar bersama kami.

“Hi dok,” balas Beno dengan wajahnya yang masih terlihat lusuh. “Bagaimana keadaan kakak saya?” tanyanya kemudian.

Dokter itu memandangku lalu memandang Beno sambil tersenyum, senyuman yang aku tidak mengerti. “Masih sama,” jawabnya.

~~~

            Beno menghela nafasnya, dari dalam mobil melalui kaca spion ia memperhatikan Tasya sang kakak yang berjalan dengan tangan yang seolah menggandeng seseorang.

“Gak duduk depan?” tanya Beno.

“Kalo mbak duduk di depan, mas Ardi sendirian dong di belakang,” jawab Tasya dengan santai.

“Mbak baik-baik aja kan naik mobil?” tanya Beno hati-hati.

“Gak pa~pa, kan ada mas Ardi yang temenin mbak.”

            Beno menghela nafasnya lagi, lewat kaca spion ia perhatikan lagi sang kakak yang berbicara sendiri. Ingin rasanya Beno marah dan kasihan sekaligus dengan Tasya. Sudah hampir 1 tahun Ia harus mencoba mengerti kondisi Tasya yang semakin mengkhawatirkan.

            Kehilangan suami tercinta selama-lamanya setelah menikah kurang dari satu bulan, siapa yang sanggup menerima kenyataan pahit seperti itu?


the end

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Day We Parted

                        Perempuan itu menoleh ke belakang, mendapati seorang lelaki tengah berdiri sambil tersenyum. Perlahan perempuan itu mengangkat sedikit gaunnya yang sesekali terinjak kakinya yang belum mengenakan sepatu. “Cantik banget sih?” “Bisa aja lo.” “Tapi serius deh, ga nyangka gue lo cakep kalo dandan kayak gini,” ucap lelaki itu yang perlahan berjalan mendekati sang perempuan yang masih sibuk berkaca ditemani seorang perias. “Mbak Sara, 30 menit lagi saya jemput mbak-nya ya,” ucap sang perias yang berbalas anggukan kepada perempuan bernama Sara itu. Seolah paham, bahwa 2 orang tersebut sedang butuh privasi untuk sementara waktu.             Hanya ada saling pandang dan senyuman yang canggung antara 2 orang tersebut. Padahal 4 tahun harusnya waktu yang lama untuk bisa berhenti canggung satu sama lain. “Secantik itu ya...

My Old Story

  I wrote this story based on my life story. I wrote it while listening to IU's song "My Old Story."             Hanya ada keheningan, seorang wanita paruh baya memandang ke arah 2 orang putrinya. Tatapannya yang lemah itu, pernah berhasil menakuti masa kecil kedua putrinya. Tetapi kini, bahkan tatapan lemah wanita paruh baya itu tak mampu membuat kedua putrinya untuk kembali memandangnya. “Sakila, ibu mohon tinggal sehari dulu ya disini,” ucap wanita paruh baya itu memandang ke salah 1 putrinya yang sejak tadi sibuk dengan ponselnya. “Ga bisa bu, besok jam 11 aku udah harus flight ke Jakarta ada meeting sama klien,” jawab sang putri yang masih enggan menatap wajah sang Ibu. “Tiketnya apa ga bisa dijadwal ulang?” tanya sang ibu yang kini mendapat tatapan kesal dari sang putri. “Kila bisa batalin tiketnya bu, tapi kesempatan untuk ketemu klien kali ini ga datang 2 kali bu,” jawab Sakila yang berusaha meredam kekesalannya. “Mbak, lo bisa gak s...

Our Unwritten Seoul, Drama Ter-Healing se-2025

Setiap orang hidup dengan luka dan trauma masing-masing. Orangtua, saudara bahkan diri kita sendiri, terkadang masih menyangkal bahwa hidup berjalan baik-baik saja, padahal bagaimana kita menghadapi dan menjalani kehidupan yang seolah baik-baik saja ini malah menunjukkan, bahwa ada beberapa hal yang harus dan perlu dikomunikasikan. Our Unwritten Seoul adalah project drama kesekian milik Park Bo Young sebagai pemeran utama. Mengisahkan tentang sepasang saudara kembar identik, Yu Mi Rae dan Yu Mi Ji. Selayaknya saudara kandung, mereka memiliki kepribadian yang sangat bertolak belakang. Mi Ji adalah sosok ceria sedangkan Mi Rae memiliki sosok dingin dan dikenal dengan kepintarannya. Drama ini sepenuhnya berfokus dengan kisah Mi Ji selama menggantikan Mi Rae yang bekerja di Seoul. Sayangnya saya malah sangat menyukai dan merasa sangat relate dengan tokoh Mi Rae. Entah karena dia anak sulung atau kehidupannya yang memang terasa sangat nyata bagi saya. Ada masa di mana kita ingin melu...