Langsung ke konten utama

MOVIE REVIEW : TERSEDU-SEDAN KARENA ‘A GIFT’.




Judul                           : A Gift

Tahun Rilis                 : 2016

            
poster-movie

Sebelum memutuskan untuk menonton film yang sebenarnya sudah rilis sejak tahun 2016, Saya masih dirundung perasaan depresi akibat film Love, Lies (2016). Film yang diperankan oleh Han Hyo Joo, Chun Woo Hee dan Yoo Yeon Seok tersebut berhasil membuat saya merasakan perasaan menderita masing-masing tokoh. Di akhir film, Han Hyo Joo yang memerankan karakter So Yeol sangat berhasil membuat Saya merasakan depresi yang ia rasakan. Beberapa Minggu kemudian akhirnya saya memutuskan untuk menonton film Thailand yang saya dapatkan dari hasil rekomendasi seorang netijen, A Gift.
           
Bukan kali pertama bagi Saya menonton film asal negeri dengan sebutan Gajah Putih tersebut, bahkan masih terbayang jelas bagaimana A Crazy Little Things Called Love (ACLTCL) menjadi film Thailand pertama yang Saya tonton. Thailand masih menjadi juara bagi Saya untuk urusan film bergenre love comedy dan drama. Setelah menonton film ACLTCL untuk pertama kalinya, butuh waktu yang sangat lama untuk pindah ke film lainnya, bahkan muncul di pikiran untuk menemukan film dengan genre yang serupa.

A Gift sedikit berbeda jika dibandingkan ACLTCL, saat menonton A Gift saya berharap bisa menyembuhkan perasaan depresi saya akibat menonton Love, Lies dan itu berhasil. A Gift berhasil membuat saya tersenyum di awal film, menangis di tengah film dan tertawa bahagia di akhir film. Transisi adegan dalam film adalah yang paling Saya suka sebenarnya, tiba-tiba namun tidak mengagetkan.

A Gift sendiri merupakan film omnimbus dengan tema cerita yang sebenarnya banyak terdapat di film lainnya, namun cara penyajian serta keterkaitan antar tokoh di masing-masing film membuat saya kagum sendiri. Total ada 3 film yang tergabung dalam proyek A Gift, Love at The Sundown, Still On My Mind, dan terakhir New Year’s Gift. Bagi sebagian orang A Gift hanya proyek film seperti biasanya, namun jika dilihat kembali, ini merupakan proyek spesial penghormatan terhadap Raja Bhumibol Adulyadez yang telah mangkat pada Oktober 2016 lalu. Raja Bhumibol di mata rakyatnya adalah seorang penyuka musik yang sering menciptakan banyak lagu. Tiga cerita yang tersaji dalam A Gift merupakan karya yang disadur langsung dari lagu ciptaan sang Raja. 

A Gift-poster


Love at The Sundown mengawali cerita romansa antara sepasang muda-mudi yakni Beam (Naphat Siangsomboon) dan Pang (Violette Wautier) yang bertemu karena event diplomatik di tahun 2014 dan mengharuskan mereka menjadi sepasang suami-istri saat pelaksanaan gladi resik demi kepentingan proses dokumentasi. Peran Pang yang masih terluka akibat putus cinta seolah mewakili kebanyakan perempuan di muka bumi setelah dicampakkan begitu saja, menolak untuk dekat dengan laki-laki yang mendekati. Trauma yang dialami Pang berimbas pada Beam yang berusaha keras untuk mendapatkan perhatiannya. Beam seperti kebanyakan lelaki tampan lainnya, hidupnya penuh dengan wanita yang datang silih berganti, dan tidak peduli dengan perasaan wanita yang telah ia sakiti. Sepertinya Pang sudah mengetahui watak Beam ketika mereka berada di dalam mobil dan Beam berusaha menggoda Pang dengan modus mengirim foto melalui aplikasi Chat. Rasa trauma Pang ia buktikan dengan langsung mem-blok akun Beam setelah berhasil menerima fotonya.
          
Pang & Beam-Love at The Sundown

Love at The Sundown menjadi cerita yang paling saya favoritkan, bagaimana cinta terjadi begitu saja tak terduga hanya satu hari antara Beam dan Pang. Dalam event diplomatik tersebut aslinya Beam adalah penerima beasiswa pendidikan selama 2 tahun di Rusia sementara Pang adalah kelompok paduan suara untuk sesi akhir acara. Lirik lagu yang dinyanyikan juga menggambarkan jelas bagaimana sesungguhnya perasaan antara Beam dan Pang. Mereka saling menyukai, hanya saja Pang yang masih dilanda rasa trauma akibat dikhianati kekasihnya sendiri dan Beam yang tidak bisa membuktikan pada Pang bahwa ia telah yakin dalam memilih. Terdengar klise, karena seperti kebanyakan film romansa lainnya, hanya saja perasaan mereka bersuara lewat lagu Love at The Sundown yang ditampilkan kelompok paduan suara Pang. Bagaimana Pang bernyanyi dan bagaimana Beam meresponnya sudah bisa dijawab oleh para penonton.
         
Tentang Beam yang ingin mencoba dan Pang yang menentang disaat Beam harus pergi jauh. Semua tersaji dan sempurna di akhir saat mereka sama-sama mengejar sang fotografer yang berhasil mengabadikan moment mereka.

Jika Love at The Sundown adalah cerita romansa sepasang muda-mudi, maka Still On My Mind adalah cerita dengan romansa drama keluarga. Fa (Nittha Jirayungyurn) bekerja sebagai tim dokumentasi salah satu EO dalam pelaksanaan event diplomatik di cerita Love at The Sundown dan harus berhenti dari pekerjaannya karena harus merawat Ayahnya, Pom (Chaiwat Jirawattanakarn) yang menderita penyakit Alzheimer. Fa yang merupakan bungsu dari 3 bersaudara memilih untuk merawat Ayahnya setelah kepergian sang Ibu, Fah (Patranij Thirananthasit). Saya baru saja tersenyum setelah menonton Love at The Sundown,  namun dibuat terdiam hening di awal mulainya Still On My Mind. Melihat Fah yang menelepon dan menyuruh putrinya untuk pulang di tahun baru, memainkan piano untuk suaminya yang Alzheimer lalu kemudian pergi begitu saja (red : meninggal) saat tahun baru belum tiba.
         


Perjuangan Fa dalam merawat Ayahnya yang menderita Alzheimer tidaklah mudah, ia harus melatih kesabarannya serta emosinya. Ayahnya yang masih mengira bahwa Ibu mereka masih hidup hingga pada tahap dimana Ayahnya lupa dan tidak ingat sama sekali Fa, putrinya. Walau cerita yang disajikan cenderung lambat dan bertele-tele, namun air mata Saya cukup terkuras saat menonton cerita kedua dalam A Gift. Munculnya karakter Aey (Sunny Suwanmethanon) juga sedikit membuat cerita tidak begitu membosankan. Karakternya sebagai tukang setem piano yang ceria serta tulus dalam membantu Fa merawat Ayahnya sangat pas untuk disajikan dalam Still On My Mind
Aey & Fa-Still On My Mind


Jika di  Love at The Sundown menampilkan genre romantis, dan Still On My Mind yang menampilkan genre drama keluarga, maka New Year’s Gift adalah gabungan dari genre romantis, drama dan komedi. Sepanjang cerita dipenuhi beberapa adegan konyol seperti kebanyakan genre komedi di film Thailand, namun tetap bisa memberikan kisah menyentuh kepada para penonton.
           
Llong & Kim-New Year's Gift

Siapa yang tidak mengenal Ter alias Chantavit Dhanasevi? Namanya dikenal karena beberapa peran konyolnya dalam film, ATM Error adalah yang paling membuatnya melambung. Selalu berhasil untuk memerankan karakter konyol dan lucu membuat Chantavit Dhanasevi didapuk untuk berperan sebagai Llong. Untuk menilik apa hubungan antara cerita ketiga dengan cerita kedua adalah Llong merupakan anak dari penjahit jas pernikahan Ayah Fa dan selanjutnya Llong bekerja di suatu kantor analisis keuangan menggantikan posisi Bu Fah ( Ibu Fa) yang sudah lama resign lalu meninggal.

Cerita mengenai Llong yang sebelumnya merupakan seorang dengan jiwa bebas dan kreatifnya sebagai seorang musisi band Rock yang pernah berjaya, namun harus mengesampingkan jiwa musisinya tersebut dengan bekerja di sebuah kantor analisis keuangan. Sementara itu, Kim (Neungthida Sophon) seorang rekan kerja Llong menyadari bahwa Llong sendiri belum se-‘siap’ itu untuk bisa benar-benar meninggalkan dunia musik. Kim mencoba menyadarkan Llong bahwa ia sebenarnya adalah hadiah dari Bu Fah yang sebelumnya mengajarkan musik secara gratis kepada karyawan kebanyakan, walau akhirnya harus tertentang karena tempat latihan yang dijadikan tempat bermain tenis meja, serta hengkangnya Bu Fah dari kantor.
           

Llong pun akhirnya setuju dan bergabung dengan rekanat kerjanya dalam bermain musik. Perjalanan Llong dalam membantu menjalankan hobi musik di antara para rekan kantornya tidak berjalan mulus, mulai dari kekurangan alat musik dan mengharuskan Llong harus ‘mencuri’ alat musik di rumahnya secara diam-diam, walau akhirnya keluarganya tahu hingga halangan dari Bu Bos atau pimpinan mereka yang marah saat mendapati mereka yang bermain musik di dalam kantor.
         
Ada keterkaitan kecil dalam New Year’s Gift  dengan  Love at The Sundown. Peran Bu Pimpinan merupakan Ibu dari Beam. Tak hanya itu saja puteranya, Beam juga merupakan penggemar berat dari band Rock yang pernah digawangi oleh Llong.

Upaya Llong dan Kim dalam pengajuan proposal perihal bermain musik di kantor juga sangat sulit dan nyaris membuat putus asa. Walau akhirnya New Year’s Gift juga berhasil membuat tersenyum seperti yang Saya bilang saat di awal tulisan.

Suguhan cerita yang menarik dan cara penyajian dengan transisi adegan yang sangat bagus membuat saya memberikan nilai 9/10 bagi film ini. Beberapa mungkin mengira Saya lebay jika menonton film begini saja harus tersenyum hingga meneteskan air mata, tapi disitulah Saya baru bisa menilai. Sebuah film menarik bagi Saya, jika berhasil membuat  bibir saya tertawa dengan genre komedinya, mata Saya menangis dengan genre sedihnya, mampu membuat Saya takut dengan genre horornya, bahkan tersenyum dengan kata-kata manis dalam film. Ada beberapa film dengan genre sedih namun tidak berhasil membuat Saya menangis. A Gift berhasil membuat saya mengalami semuanya, tersenyum, menangis, tertawa, sedikit takut dan kembali tersenyum.

All of main cast

Ada banyak film di Thailand bahkan di luar negeri sana yang menyajikan genre dan cerita yang kurang lebih sama dengan A Gift. Namun inti dari pesan dalam film yang disampaikan pasti akan terasa berbeda bagi kebanyakan penonton, sama halnya dengan Saya. A Gift bagi Saya tidak hanya merupakan  bentuk penghormatan warga Thailand terhadap alm. Raja Bhumibol saja, namun ini untuk siapa saja diluar sana dengan cerita hidup yang mungkin sama seperti dalam film. A Gift adalah hadiah bagi siapapun, menarik atau tidaknya bagaimana kita menerima dan mencernanya.
           
Sesungguhnya Saya sangat tidak suka dengan pesan moral, hal berikutnya yang Saya sampaikan bukan pesan moral, tetapi hanya tulisan dari Saya. A Gift hanya memberitahu kepada kita, bahwa hadiah tidak melulu tentang ‘apa bentuknya’ dan ‘dari siapa’ tetapi juga tentang bagaimana caranya menerima. A Gift sama halnya dengan cinta, hadir pada saat dan waktu tertentu namun bisa diterima oleh siapa saja, karena siapapun berhak menerima hadiah dari siapapun. Sambil tersedu-sedan Saya menerima A Gift yang berhasil menyembuhkan luka akibat Love,Lies.



~Thank You~





PS : Maaf jika terdapat kesalahan kata :)






Komentar

  1. Suka banget sama ulasannya mbak author, jadi penasaran dengan film A Gift, akankan saya juga ikut tersedu sedan?
    Lanjut terus mengulas film2 recommended ya mbak ulet 😆. Thanx

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Day We Parted

                        Perempuan itu menoleh ke belakang, mendapati seorang lelaki tengah berdiri sambil tersenyum. Perlahan perempuan itu mengangkat sedikit gaunnya yang sesekali terinjak kakinya yang belum mengenakan sepatu. “Cantik banget sih?” “Bisa aja lo.” “Tapi serius deh, ga nyangka gue lo cakep kalo dandan kayak gini,” ucap lelaki itu yang perlahan berjalan mendekati sang perempuan yang masih sibuk berkaca ditemani seorang perias. “Mbak Sara, 30 menit lagi saya jemput mbak-nya ya,” ucap sang perias yang berbalas anggukan kepada perempuan bernama Sara itu. Seolah paham, bahwa 2 orang tersebut sedang butuh privasi untuk sementara waktu.             Hanya ada saling pandang dan senyuman yang canggung antara 2 orang tersebut. Padahal 4 tahun harusnya waktu yang lama untuk bisa berhenti canggung satu sama lain. “Secantik itu ya...

My Old Story

  I wrote this story based on my life story. I wrote it while listening to IU's song "My Old Story."             Hanya ada keheningan, seorang wanita paruh baya memandang ke arah 2 orang putrinya. Tatapannya yang lemah itu, pernah berhasil menakuti masa kecil kedua putrinya. Tetapi kini, bahkan tatapan lemah wanita paruh baya itu tak mampu membuat kedua putrinya untuk kembali memandangnya. “Sakila, ibu mohon tinggal sehari dulu ya disini,” ucap wanita paruh baya itu memandang ke salah 1 putrinya yang sejak tadi sibuk dengan ponselnya. “Ga bisa bu, besok jam 11 aku udah harus flight ke Jakarta ada meeting sama klien,” jawab sang putri yang masih enggan menatap wajah sang Ibu. “Tiketnya apa ga bisa dijadwal ulang?” tanya sang ibu yang kini mendapat tatapan kesal dari sang putri. “Kila bisa batalin tiketnya bu, tapi kesempatan untuk ketemu klien kali ini ga datang 2 kali bu,” jawab Sakila yang berusaha meredam kekesalannya. “Mbak, lo bisa gak s...

Our Unwritten Seoul, Drama Ter-Healing se-2025

Setiap orang hidup dengan luka dan trauma masing-masing. Orangtua, saudara bahkan diri kita sendiri, terkadang masih menyangkal bahwa hidup berjalan baik-baik saja, padahal bagaimana kita menghadapi dan menjalani kehidupan yang seolah baik-baik saja ini malah menunjukkan, bahwa ada beberapa hal yang harus dan perlu dikomunikasikan. Our Unwritten Seoul adalah project drama kesekian milik Park Bo Young sebagai pemeran utama. Mengisahkan tentang sepasang saudara kembar identik, Yu Mi Rae dan Yu Mi Ji. Selayaknya saudara kandung, mereka memiliki kepribadian yang sangat bertolak belakang. Mi Ji adalah sosok ceria sedangkan Mi Rae memiliki sosok dingin dan dikenal dengan kepintarannya. Drama ini sepenuhnya berfokus dengan kisah Mi Ji selama menggantikan Mi Rae yang bekerja di Seoul. Sayangnya saya malah sangat menyukai dan merasa sangat relate dengan tokoh Mi Rae. Entah karena dia anak sulung atau kehidupannya yang memang terasa sangat nyata bagi saya. Ada masa di mana kita ingin melu...