Jalanan terasa lengang,
tidak seperti biasa yang penuh dengan riuh klakson berbagai kendaraan. Lyane
menghela nafasnya seraya memasuki minimarket yang menjadi langganannya saat
pulang bekerja. Seolah rumah sendiri, ia mengambil sebotol minuman soda dan
juga roti.
Sambil duduk di kursi yang disediakan pihak minimarket, entah
sudah yang keberapa kali ini perempuan itu menghela nafasnya.
Lulus dengan predikat cum laude di bidang Ilmu Komunikasi
dengan harapan bekerja di bidang penyiaran, nyatanya memang hanya menjadi
harapan Lyane saja. Kini, hidupnya terjebak sebagai staf keuangan di kantornya,
suatu hal yang sangat jauh sekali dari apa yang ia harapkan.
Baru saja hendak menyumbat telinganya dengan musik,
seseorang datang menghampirinya seraya melemparkan selembar undangan.
“Diana’s
wedding, tommorow.”
Lyane menggaruk kepalanya yang tidak gatal, mencoba
mengingat apakah ia tidak sibuk untuk besok saja.
“Well,
I’m free.”
Lelaki di hadapannya masih memperhatikannya, seolah
sedang membaca pikiran Lyane.
“What?”
“Are
you ok? Is there any problem at work?”
tanya lelaki itu sambil meminum begitu saja minuman soda milik Lyane.
“Everyday
is a problem,” jawab Lyane.
“Lyane,
you ... seems not good.”
Lyane hanya diam dan pandangannya menerawang ke arah
jalanan yang sore itu sedang lengang, seolah memahami suasana hatinya yang
tidak tenang.
“I’m
confused.”
Lelaki itu masih memandangi Lyane, perempuan yang
dikenalnya sebagai pribadi riang saat masih mengeyam bangku pendidikan, dan
kini bagai cangkang kerang yang kosong.
“You
can keep it, if it feels so hard,”
ucap lelaki itu begitu melihat sepasang mata milik Lyane mulai berkaca-kaca.
“Can
I be happy?”
“What?”
“Everybody
seems happy with their own choices, they are married, go vacation, and got
anything that they want.”
Lyane masih dengan pandangan menerawangnya, air matanya
sudah tumpah. Kali ini ia sudah tidak sanggup untuk menahannya.
“Lyane
don’t you ever try ...”
“Carl,
is all I want too much to ask?”
potong Lyane yang kini berbalik memandangi lelaki di sampingnya bernama Carl. “All I want just got my dream job, loving by
the loved one and be happy with my own choices,” lanjutnya yang kini sudah
menangis sambil menutup mata dengan kedua tangannya.
“But
seems that anything ... everything won’t let it happens to me!”
Carl hanya bisa diam melihat teman dekatnya itu kini
menangis. Carl hanya bisa diam karena memang tidak ada yang bisa menandingi
patah hati karena ekspetasi terhadap diri sendiri.
“Is
it something wrong with me?”
“No,
it is just an expectation,” ucap Carl. “What do you expect if you can’t get all of
your expectations? Just cry and let it go,” lanjutnya.
“I’ve
been reaching my limit, I can’t.”
“Yourself
is yours, don’t you ever try to compare
to anyone else’s,” ucap Carl yang
kini menatap Lyane dengan tegas. “First
of all, love yourself, you are loved.”
Lyane masih
menangis namun kini dengan pandangan menunduk dan berkali-kali menyeka
rambutnya ke belakang telinga. Bagaimana mencintai dirinya sendiri saja,
perempuan itu sudah lupa.
Komentar
Posting Komentar