Langsung ke konten utama

[CERPEN] - Birthday from Fenne Lily

         


a new story from Fujama who get inspired by Birthday

   Sudah hampir 1 jam Ruby duduk diam di dalam mobil sambil melihat layar ponselnya, total 5 panggilan  ponsel ia lakukan namun nihil jawaban. Berkali-kali ia menghela nafas seraya membenturkan pelan kepalanya ke setir mobil. Ia tidak tahan dan akhirnya keluar dari mobil dan langkah kakinya ia percepat saat memasuki sebuah hotel berbintang lima.

     Kini Ruby sudah berdiri tepat di depan kamar nomor 801, dengan ragu tangannya memencet bel dan lalu berdiri mematung menghindari lubang pintu.

“Who’s there?”

“Room service!”

    Ruby menarik nafasnya setelah dengan tenang mencoba menjawab suara dari dalam, dalam hati ia sedikit menyesal telah berbohong.

“I’m not ….”

“Surprise!”

    Ruby muncul tiba-tiba begitu seorang pria dari dalam membuka pintunya, senyumannya begitu cerah berbanding terbalik dengan pria tersebut yang tampak diam mematung.

“What are you doing here?” tanya pria itu begitu Ruby menerobos masuk ke dalam kamar hotelnya.

“Surprising you and wanna telling you about something,” jawab Ruby sambil meletakkan sebuah plastik berisi kotak kecil.

    Ruby lama memandang pria di hadapannya yang masih saja tampak diam membeku seolah masih kaget dan tak mengira kedatangannya. Ia juga sadar akan satu hal, pria itu melupakan hal penting darinya.

“Can you just asking before suprising me?”

“Oh come on! I’m your girlfriend, it’s a normal thing that I’m visiting you before asking,” jawab Ruby yang masih memandang pria di hadapannya. “Did you hiding something? Maybe a surprise for me?” tanya Ruby lagi.

“What are you talking about?”

“Who’s there Hon?”

      Ruby menundukkan kepalanya seraya menghela nafas dan lalu menoleh ke arah pintu kamar mandi yang sejak tadi senyap, namun tiba-tiba saja muncul suara wanita. Ia memperhatikan pria di hadapannya, hanya memakai celana pendek hitam dan kaos oblong putih yang dipakai mendadak.

“I never called you Hon,” ucap Ruby lalu memandang sekitarnya. “And I don’t know that you’re wearing a bra,” lanjutnya seraya menunjuk sepasang pakaian dalam wanita yang berserak di sisi tempat tidur.

     Pria di hadapannya memegang kepalanya sendiri sambil memejamkan mata, bertepatan dengan keluarnya seorang wanita yang sejak tadi ada di kamar mandi.

“Is that a room service?”

“Are you his new fucking whore?” tanya Ruby dengan santainya seraya memandang wanita yang masih memakai handuk kimononya.

“Who the fuck are you Miss?”

    Herannya Ruby sama sekali tidak tersulut emosi, bisa saja dia menghajar habis kekasihnya beserta selingkuhannya. Namun ia terlihat cukup santai dan sudah muak dengan segala hal yang berupa penjelasan.

“What a best surprise ever!” ucap Ruby sambil memandang pria di hadapannya. “Brian, thankyou for everything that you’ve done for me,” lanjutnya sambil mendekati pria itu. “I’m leaving.”

    Ruby lalu menoleh ke arah wanita yang masih diam di depan pintu kamar mandi, menampar dan menghajarnya hanya menimbulkan masalah bagi Ruby. “Congratulations bitch!  Now you got him,” ucap Ruby lalu pergi keluar dari kamar tersebut.

***

   Di dalam mobil Ruby langsung bergegas mengarahkan mobilnya ke lokasi kerjanya, demi melakukan hal bodoh dia nyaris saja kehilangan pekerjaannya.

“Where have you been?!”

“Sorry! I’m solving my problem,” jawab Ruby.

    Ruby tersenyum meminta maaf kepada rekan kerjanya yang tampak sebentar lagi akan menghajarnya karena nyaris terlambat. Ia langsung memakai headphone-nya dan mengatur audio mixer di hadapannya, ya Ruby adalah seorang penyiar radio.

“Hello! What a beautiful day for starting a new journey!” Ruby menoleh ke rekan sebelahnya yang tampak ceria dan seolah lupa dengan kekesalannya padanya. “We’re back with Jason and yeay! My partner in crime Ruby!”

“Hello guise! Thankyou Jason, have a nice day. What kind of topic that we’re gonna talking for today?”

“Let’s talking about happy things for today, because it’s a best day ever!”

    Ruby tertawa begitu Jason, rekannya berbicara sambil menirukan salah satu tokoh kartun terkenal.

“For starting a good day let’s play Birthday from Fenne Lily, enjoy your time guise!” Ruby langsung menyetel dan merubah tulisan on air menjadi off air.

     Ruby tersenyum mengangguk kepada Jason yang permisi ke toilet dan setelahnya ia duduk diam termenung. Birthday dari Fenne Lily bukanlah jenis lagu bahagia untuk memulai sebuah hari, ia termenung menghayati lirik demi lirik yang dilantunkan.

You're telling me I'm in your head like it's a good thing

Telling me she's in your bed like it was nothing

            Ruby menghela nafasnya ketika mendengar lirik yang benar-benar menggambarkan keadaannya sekarang.

“Happy Birthday Ruby!”

“Surprise!”

    Ruby menoleh ke arah pintu dan terkejut melihat Jason beserta rekan kerjanya yang lain masuk dan menghampirinya sambil membawa sebuah kue ulang tahun. Daripada terharu, Ruby lebih kepada meluapkan emosinya yang tertunda, ia menangis.

“Why are you crying? You dumbass!” omel Jason yang bersiap memilih lagu lagi untuk menambah durasi off air.

“Jason! He’s cheating on me on my fucking birthday!”

   Jason terhenyak, begitu juga dengan yang lain. Suasana riuh yang tadi berlangsung seketika terhenti berganti dengan tangisan menyesakkan dari Ruby.

“You such a dumbass!” gerutu Jason yang langsung memeluk sahabat sekaligus rekan kerjanya.

   Jason menghela nafasnya sambil melihat layar komputernya yang memutar We Are Never Getting Back Together milik Taylor Swift.

“Even 2 songs for today just describing your day,” ucap Jason yang masih berusaha menenangkan Ruby.

=the end=

***

 

 nb : sorry for my bad grammar.

 

 

 

 

 

 

 


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MOVIE REVIEW - JOHN WICK : CHAPTER 4

                                            JOHN WICK : CHAPTER 4 “Aksi Laga Indah, Persembahan Terakhir (?) Jonathan Wick”               Rasanya penantian saya menanti John Wick : Chapter 4 ini sangat terbayar tuntas. Selama 2 jam 49 menit, saya disuguhi aksi laga menakjubkan dengan latar belakang sinematografi yang sangat indah. Seperti melihat parade atau pameran sinematografi, sehingga sangat disarankan untuk ditonton langsung di layar bioskop untuk hasil yang memuaskan.             Jika saja John Wick ini adalah sebuah teks soal ujian, maka pertanyaan yang muncul adalah ‘Berapa sisa nyawa John Wick?’             Sudah lama menunggu sampai ditunda masa penayangan, Saya sama sekali tidak menonton trailer John Wick : Chapter 4. Demi tidak menaikkan atau menurunkan ekspetasi saya saat menontonnya nanti. Ternyata hasilnya ‘wow’ ‘wow’ ‘wow’ sepanjang film. Saya terpukau sepanjang film dengan aksi laga, cerita hingga ke akting para pemainnya.             Saya tahu bahwa Donni

Movie Review : [Exhuma : Menggali Dendam Kelam Sejarah Negara ]

Pertama-tama setelah menonton Exhuma, yang ingin saya ucapkan adalah Kim Goeun di layar bioskop lebih cakep daripada di layar ponsel. Kayak bingung aja gitu mau kagum sama visual atau akting dia yang sama-sama gong banget itu. Baiklah, review ini akan saya mulai dengan bismillah. Exhuma bukan sekedar film horror yang menjual jumpscare ala-ala gitu, tetap ada sisi mengejutkan yang yah cukup bisa membuat duduk para penonton menjadi gelisah. Jujur, waktu nonton ini ada perasaan gelisah yang lebih ke greget untuk fast forward ke scene berikutnya. Jika dibandingkan dengan The Wailing (2016), Exhuma masih jauh lebih mudah untuk dimengerti jalan ceritanya. Siapa yang pernah kepikiran untuk jadiin film horror berbasis sejarah Negara? Untuk mengerti alur cerita film ini, setidaknya kita harus paham dulu mengenai sejarah kelam Korea dengan Jepang.   Dari awal film dimulai, semua scene masih terasa biasa saja, tidak banyak jumpscare namun setiap scene-nya berhasil menyampaikan bahwa ‘ini lo

Hati-Hati di Jalan

             a short story inspired by Tulus' song.                  Perempuan itu masuk ke dalam mobil sambil menepuk pelan lengannya yang sempat terkena air hujan. Di sebelahnya seorang laki-laki sudah mengulurkan handuk kecil untuknya. “Ga usah, cuma kena dikit doang,” ucap si perempuan. “Gak ketebak banget bakal hujan gini,” lanjutnya. “Biasanya kan lo si sedia payung sebelum hujan,” balas si lelaki sambil melempar handuk kecil itu lagi ke kursi belakang. “Makanya itu, gak ketebak banget cuacanya.” “Sama kayak lo,” lelaki itu langsung mendapat cibiran dari si perempuan di sebelahnya.             Perempuan itu melihat ke arah luar jendela mobil dan menghela nafas lega, karena ia tidak terkena guyuran hujan yang kala itu memang deras sekali. Ia merogoh tasnya dan langsung mengangkat panggilan ponselnya yang berdering. “Halo? Iya, gapapa aku udah di jalan juga ... iya gapapa sayang ... aku?” perempuan itu melirik ke arah lelaki di sebelahnya yang fokus menyetir. “Aku