Langsung ke konten utama

CERPEN : 'Lost Stars'

a Short Story by @takafujama


5 tahun yang lalu….
“Sandy! Kamu kenapa sih? Kalo ada yang salah sama aku, tolong jelasin. Jangan kayak gini.” Laki-laki itu tampak sabar tanpa ada rasa marah sedikitpun yang tergurat diwajahnya.
“Hamish, kamu gak ada salah apapun. I’m just weak. Kita bukan kita yang dulu. Kita sama-sama sibuk dan kita secara gak sadar sama-sama saling menjauh.” Jelas Sandy, laki-laki bernama Hamish itu hanya terdiam. Penjelasan yang ada benarnya.
“Ya. Aku paham itu, tapi gak dengan putus. Aku gak mau hubungan yang kita jalin sejak lama ini putus gitu aja.” Ucap Hamish sambil menggenggam erat tangan perempuan bernama Sandy itu.
“Tapi aku mau kita putus.” Untuk sesaat detak jantung Hamish berhenti.
~~~
“Sandy!”
Hamish langsung menoleh kebelakang secepat kilat dengan wajah sumringah. Namun sesaat kemudian wajahnya kembali murung seperti biasa. Temannya, Dito yang paham dan mengerti situasi itu hanya menghela nafas dan menggelengkan kepalanya.
“Kalo dipikir-pikir lo ini udah pantes dapet penghargaan dari Rekor Muri.” Ucap Dito memecah keheningan.
“Rekor Muri? Emang gue ngapain?” Tanya Hamish sambil mengaduk kopinya.
“Iya, lo pantes dapet penghargaan sebagai orang terlama yang gagal move on.” Jawab Dito, Hamish hanya terkekeh mendengarnya. “Mish, udah 5 tahun lho sejak Sandy minta putus dari lo. Lo Cuma hidup kayak manusia biasa saat lo kerja, tapi diluar itu? Lo kayak mayat hidup.”  Lanjut Dito.
“Lo ngomong apaan sih? Gak usah bahas Sandy lagi deh. Gue bosen.” Ucap Hamish lalu meminum kopinya.
“Gak usah bahas Sandy? Dengar ada orang yang manggil nama Sandy aja lo langsung noleh cepet kayak tadi kan?! Bosen darimana?!” Ucap Dito. “Sekarang Sandy udah entah kemana, dia gak ada kabar lagi. Semua akun Sosmed-nya di tutup, dan gue paham lo pasti masih mengharapkan dia kan?” Lanjut Dito.
“To, gue cuma mau dia ngasih kesempatan kedua sama gue.” Ucap Hamish.
“Lo berani jamin berapa kalo Sandy masih sendiri dan belum menikah? Lo berani jamin berapa kalo Sandy masih ada di dunia ini? Lo berani jamin berapa untuk kesempatan kedua itu?” Tanya Dito lagi. “Maaf Mish, gue ngomong kayak gitu bukan karena gue mau buat lo jadi patah hati menjadi-jadi. Tapi, sebagai sahabat gue paham gimana rasanya itu.” Lanjut Dito.
Hamish masih diam dan menatap kearah luar sambil tersenyum kecut. Ia membenarkan ucapan sahabatnya yang mungkin sudah diucapkan beribu-ribu kali sejak dulu.
“Gue mau langsung pulang, Nyokap gue mau ke bandara lo gak sekalian ikut gue?” Tawar Dito.
“Duluan aja deh, gue mau ngerjain proposal yang kemarin disini dulu.” Tolak Hamish.
“Ok, kalo gitu gue duluan ya. Oh iya, sekalian bayarin kopi gue ya kalo gitu.” Belum ada sepatah kata keluar dari mulut Hamish, Dito sudah pergi keluar dari kafe.
“Kampret banget sih tuh anak!” Gerutu Hamish kesal sambil mengeluarkan laptopnya.
Dalam suasana ketenangan itu, Hamish tampak serius menatap layar laptopnya mengerjakan semua tugas pekerjaannya.
“Ice cappucino 1, Hot coffe latte 2. Itu saja?” …. “Baik, tunggu sebentar ya mas dan mbak.”
Hamish menoleh kearah meja sampingnya dan terperangah sendiri dengan apa yang dilihatnya.
“Hei!” Hamish langsung beranjak memegang pergelangan tangan pelayan perempuan itu. Hamish masih menatap mata perempuan itu sangat dalam, namun perempuan itu malah memberikan tatapan bingung.
“Maaf? Ada yang bisa saya bantu?” Tanya perempuan itu. Perlahan Hamish melepaskan tangannya dan tersenyum minta maaf.
“Maaf, saya salah orang.” Ucap Hamish sambil kembali duduk dan membiarkan pelayan itu pergi.
 “She’s not Sandy. But i’m so curious about her.” Batin Hamish.
~~~
“Baru aja kemarin kan gue bilangin. Sekarang kayaknya lo udah mulai gila deh Mish.” Dito kini mengalihkan pandangannya kearah Hamish setelah sebelumnya masih fokus menatap monitornya.
“Kok gila sih To! Di kafe yang kemarin itu jelas banget gue lihat pelayan itu mirip banget sama Sandy.” Ucap Hamish.
“Ya. Tapi kenyataannya itu bukan Sandy kan?” Balas Dito. “Gini ya Hamish, kalo gitu urusannya cuma ada 2 kemungkinan. Pertama itu bukan Sandy, dan kedua Sandy kan emang udah ninggalin lo.” Lanjut Dito.
“Tapi To…”
Hamish menghentikan ucapannya dan mencoba diam dan berpikir. Dito masih menunggu lanjutan dari ucapan Hamish.
“Gue bakal cari tahu siapa dia.” Ucap Hamish.
~~~
Hamish tampak ragu untuk keluar dari mobilnya saat itu. Dari dalam mobilnya ia masih memperhatikan kafe yang ia kunjungi kemarin.
Akhirnya, ia memilih keluar dan masih tetap memperhatikan kafe itu dari luar tanpa memasuki kafe itu.
“Mas!” Hamish terlonjak kaget dan menoleh dengan cepat saat seseorang mengejutkannya dengan menepuk bahu kanannya.
“Ya?!” Hamish semakin terkejut lagi manakala orang itu adalah pelayan yang memiliki wajah yang mirip dengan Sandy.
“Mas, yang kemarin datang kesini kan? Kok gak masuk?” Tanya perempuan itu.
“Oh itu, saya… saya…. saya masih nunggu temen saya.” Jawab Hamish masih melihati wajah perempuan itu.
“Oh gitu. Yaudah saya tinggal dulu ya Mas.” Perempuan itu berbalik dan siap meninggalkan Hamish.
“Eh tunggu!” Cegah Hamish, perempuan itu lalu menoleh. “Kamu kok pulang? Gak kerja?” Tanya Hamish lagi.
“Oh, shift kerja saya udah selesai. Sekarang jam saya untuk pulang. Kenapa ya Mas?” Tanya perempuan itu.
“Berminat untuk makan sate tusuk disitu gak?” Tawar Hamish kemudian sambil menunjuk pedagang sate.
Perempuan itu awalnya tampak bingung. Namun sesaat kemudian sebuah senyuman dan anggukan membuat senyuman di wajah Hamish kembali muncul.
~~~
“Oh iya, nama mas siapa ya? Dari tadi jujur saya gak tahu loh nama mas siapa.” Tanya perempuan itu lalu menggigit sate ditangannya.
“Nama saya Hamish, panggil aja nama saya gak usah pake Mas. Kesannya saya tua banget. Dan mulai sekarang pake ‘lo’ ‘gue’ aja ya.” Jawab Hamish. “Lo sendiri?” Tanya Hamish kini.
“Oh,nama gue Olivia. Panggil aja Olive.” Jawab perempuan bernama Olive itu.
Olive memang memiliki wajah yang mirip dengan Sandy. Tapi Hamish merasakan ia tidak sedang bersama dengan Sandy. Namun, sama seperti berbicara dengan Sandy. Ia merasa sangat nyaman.
Hari demi hari berlalu. Hamish merasa ia semakin dekat dengan Olive. Tak jarang ia datang untuk menjemput dan mengantar kemanapun Olive pergi.
Dito sahabat dekat Hamish setidaknya bersyukur Hamish bisa kembali tersenyum. Walau ia sendiri tidak tahu apakah Hamish siap untuk menerima semua kenyataan yang sepertinya akan tiba?
~~~
Malam itu setelah selesai menonton film di bioskop, Hamish langsung bergegas mengantar Olive pulang ke rumahnya.
“Hamish, makasih banget loh ya. Film tadi sumpah keren banget. Lain kali gue deh yang traktir lo nonton film.” Ucap Olive begitu keluar dari mobil Hamish.
“Ok. Gue tunggu ya.” Balas Hamish. “Udah malem. Gue pulang dulu ya?” Ucap Hamish lalu pergi meninggalkan Olive yang berdiri melambaikan tangannya.
Setibanya di rumah, Hamish baru sadar ketika melihat dompet milik Olive terjatuh di dalam mobilnya. Ia bergegas menelpon Olive.
“Eh, ini dompet lo ketinggalan di mobil gue. Mau gue langsung anterin ke rumah lo atau gimana nih?” Tanya Hamish di teleponnya. “Oh oke, besok kebetulan gue gak masuk kerja. Kalo gitu besok aja ya gue anter.” ….. “ Ok.” Tutupnya.
~~~
Hamish berbaring ditempat tidurnya sambil memperhatikan dompet milik Olive. Ia memang sudah semakin dekat dengan Olive. Tapi jujur rasa penasarannya kepada Olive belum berkurang dan malah semakin bertambah.
Rasa penasaran itu akhirnya mengalahkan Hamish. Perlahan Hamish membuka isi dompet Olive dan pandangan pertamanya jatuh pada sebuah foto yang diisi oleh 2 orang yang hampir mirip. Bukan kembar, hanya hampir mirip. Saat itu juga, detak jantung Hamish serasa berhenti berdetak.
Dengan cepat ia mengambil kunci mobil dan pergi ke suatu tempat untuk memperoleh kejelasan.
~~~
“Hamish? Ada apa?” Tanya Olive begitu melihat Hamish yang terlihat beda dari biasanya. Wajahnya terlihat sedikit pucat.
“Bisa temenin gue ke suatu tempat gak? Bentar aja.” Pinta Hamish.
“Tapi, Hamish ini udah malem dan gue…”
“Gue mohon.” Potong Hamish dan benar Olive tidak sanggup untuk menolak permintaan itu.
Berbeda dengan beberapa waktu sebelumnya. Isi mobil Hamish dipenuhi oleh gelak tawa hasil dari candaan yang mereka lontarkan. Dan saat ini, suasana hening hampir memenuhi isi mobil Hamish. Baik Hamish ataupun Olive sama-sama enggan untuk memulai pembicaraan.
Hingga pada saat mereka sudah tiba bahkan sudah memesan makanan yang dijual disekitar pinggiran jalan mereka masih tetap diam. Dan suasana berubah saat Hamish perlahan menyodorkan dompet milik Olive.
“Terima kasih banyak ya. Gue gak tahu apa jadinya kalo dompet gue jatohnya bukan di mobil lo.” Ucap Olive sambil mengunyah satenya.
“Cewek yang ada disebelah lo itu siapa?” Tanya Hamish dengan cepat. Olive mengerutkan keningnya dan kemudian tersenyum.
“Oh itu? Itu kakak gue. Namanya Sandy.” Jawab Olive. Hamish yang hendak mengunyah sate miliknya terdiam sejenak berusaha mengatur nafasnya.
“Lo punya kakak? Cantik ya? Terus kakak lo dimana sekarang?” Tanya Hamish berusaha untuk terdengar sedang berbasa-basi.
“Banyak yang bilang gitu sih. Dia cantik banget. Tapi sayang, sekarang dia udah meninggal. Satu tahun yang lalu, karena penyakit jantungnya.” Jawab Olive lagi.
Hamish benar-benar terdiam, ia merasa sulit untuk bernafas dan jantungnya bagai berhenti berdetak.
~~~
“Dia udah lama kena penyakit jantung, dan mulai parah semenjak dia udah dapet kerjaan yang membuat waktunya tersita penuh. Jangankan untuk tidur, istirahat bentar aja dia jarang. Dia juga pernah cerita kalau dia punya pacar yang ganteng banget. Dia sayang banget sama pacarnya, saking sayangnya gue lihat foto pacarnya aja gak boleh.”
“Sampai, dia berhenti kerja untuk istirahat total dan bahkan putus dari pacarnya. Dia bilang, dia sayang sama pacarnya makanya dia putus. Dan,sebenarnya kedatangan gue ke Jakarta ini untuk nyari pacar kakak gue. Walau gue gak tahu siapa orangnya, tapi gue yakin gue pasti bakal jumpa dia. Dan seandainya gue udah ketemu, gue bakal cerita kalo kak Sandy itu sayang banget sama dia.”
Hamish masih memandangi jalanan yang hanya sesekali dilalui oleh kendaraan itu. Penjelasan Olive membuatnya masih diam termenung hingga saat ini. Selama ini ia menunggu yang sudah tiada untuk kembali.
“Sandy….” Lirihnya. Sandy ada di seberangnya, tersenyum padanya melambaikan tangan padanya.
Hamish berlari dan menghampiri Sandy. Tanpa sadar itu hanya ilusi yang membuatnya berhasil menemui Sandy.
~~~
Olive melihat keramaian itu dari jauh. Tangisan menderu dari beberapa orang. Kejadian yang sama pernah terjadi padanya. Ia meneteskan air matanya sambil tersenyum, setidaknya Hamish bisa bertemu dengan kakaknya disana.
Walau kenyataan pahit harus diterimanya. Hamish memang bukan untuknya.
~~~the end~~~

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Movie Review : [Exhuma : Menggali Dendam Kelam Sejarah Negara ]

Pertama-tama setelah menonton Exhuma, yang ingin saya ucapkan adalah Kim Goeun di layar bioskop lebih cakep daripada di layar ponsel. Kayak bingung aja gitu mau kagum sama visual atau akting dia yang sama-sama gong banget itu. Baiklah, review ini akan saya mulai dengan bismillah. Exhuma bukan sekedar film horror yang menjual jumpscare ala-ala gitu, tetap ada sisi mengejutkan yang yah cukup bisa membuat duduk para penonton menjadi gelisah. Jujur, waktu nonton ini ada perasaan gelisah yang lebih ke greget untuk fast forward ke scene berikutnya. Jika dibandingkan dengan The Wailing (2016), Exhuma masih jauh lebih mudah untuk dimengerti jalan ceritanya. Siapa yang pernah kepikiran untuk jadiin film horror berbasis sejarah Negara? Untuk mengerti alur cerita film ini, setidaknya kita harus paham dulu mengenai sejarah kelam Korea dengan Jepang.   Dari awal film dimulai, semua scene masih terasa biasa saja, tidak banyak jumpscare namun setiap scene-nya berhasil menyampaikan bahwa ‘ini lo

MOVIE REVIEW - JOHN WICK : CHAPTER 4

                                            JOHN WICK : CHAPTER 4 “Aksi Laga Indah, Persembahan Terakhir (?) Jonathan Wick”               Rasanya penantian saya menanti John Wick : Chapter 4 ini sangat terbayar tuntas. Selama 2 jam 49 menit, saya disuguhi aksi laga menakjubkan dengan latar belakang sinematografi yang sangat indah. Seperti melihat parade atau pameran sinematografi, sehingga sangat disarankan untuk ditonton langsung di layar bioskop untuk hasil yang memuaskan.             Jika saja John Wick ini adalah sebuah teks soal ujian, maka pertanyaan yang muncul adalah ‘Berapa sisa nyawa John Wick?’             Sudah lama menunggu sampai ditunda masa penayangan, Saya sama sekali tidak menonton trailer John Wick : Chapter 4. Demi tidak menaikkan atau menurunkan ekspetasi saya saat menontonnya nanti. Ternyata hasilnya ‘wow’ ‘wow’ ‘wow’ sepanjang film. Saya terpukau sepanjang film dengan aksi laga, cerita hingga ke akting para pemainnya.             Saya tahu bahwa Donni

Hati-Hati di Jalan

             a short story inspired by Tulus' song.                  Perempuan itu masuk ke dalam mobil sambil menepuk pelan lengannya yang sempat terkena air hujan. Di sebelahnya seorang laki-laki sudah mengulurkan handuk kecil untuknya. “Ga usah, cuma kena dikit doang,” ucap si perempuan. “Gak ketebak banget bakal hujan gini,” lanjutnya. “Biasanya kan lo si sedia payung sebelum hujan,” balas si lelaki sambil melempar handuk kecil itu lagi ke kursi belakang. “Makanya itu, gak ketebak banget cuacanya.” “Sama kayak lo,” lelaki itu langsung mendapat cibiran dari si perempuan di sebelahnya.             Perempuan itu melihat ke arah luar jendela mobil dan menghela nafas lega, karena ia tidak terkena guyuran hujan yang kala itu memang deras sekali. Ia merogoh tasnya dan langsung mengangkat panggilan ponselnya yang berdering. “Halo? Iya, gapapa aku udah di jalan juga ... iya gapapa sayang ... aku?” perempuan itu melirik ke arah lelaki di sebelahnya yang fokus menyetir. “Aku