Langsung ke konten utama

[CERPEN] -- Birthday Gift



"I just wanna say, thank you for remember,"

a short story by Fujama.

“Giliran Gue!”

Tania memutar sebuah botol kaca yang terletak di meja dan dikelilingi oleh Aku serta ke-4 temanku. Mereka adalah Wisnu, Hardi, Luna, dan Tania.

“Yes! Hardi! Truth or dare?

Hardi langsung memegangi kepalanya dengan mulut yang siap mengutuk tampang Tania yang sangat senang sekali. “Truth!” jawabnya kesal.

“Ok, siap-siap,” Tania menggigiti bibir bawahnya, memikirkan apa pertanyaan yang pas. “Apa yang menurut Lo hal terbusuk banget dari Luna?” tanyanya langsung.

“Luna kalo berak sering banget lupa kunci pintu toilet, sumpah!”

PLAK!

Luna langsung menghantam keras punggung Hardi, hal itu mengundang tawa Kami mengingat mereka adalah satu-satunya pasangan yang ada di lingkup pertemanan Kami.

“Habis Tania langsung giliran gue kan?” tanpa menunggu jawaban, Wisnu langsung mengambil alih botol kaca dari tangan Tania.
“Bentar dulu!” Tania begitu saja menangkap botol kaca yang hendak diputar oleh Wisnu. “Sasaran Lo kali ini siapa?” tanyanya.
“Sasaran Gue itu sebenernya si Bian tapi dia ga ada,” jawab Wisnu.

Ah iya ada satu lagi temanku, namanya Sabian. Temanku yang paling sibuk.

“Bian mah keasyikan foto mulu! Jarang ngumpul lagi sama kita,” celetuk Luna.
“Namanya juga kerjaannya memang tukang foto, bedanya kelas dia udah profesional,” balas Wisnu. “Hampir tiap hari kerjaannya fotoin orang yang mau nikah, dia sendiri ga tau kapan nikah.”
“Udah! Buruan main!” omel Hardi sambil mendorong pelan bahu Wisnu.

Botol itu berputar, perlahan dan perlahan sampai akhirnya ia berhenti.

“Ok! Ruby! Truth or dare?” Wisnu langsung mengambil botol yang tadi mengarah padaku.

“Truth.”

         Jari di tangan kanan Wisnu menggaruk dagunya, berpikir tentang apa yang ingin ia ketahui dari Aku. “Apa alasan Lo jomblo?” tanyanya.

PLAK!

“Standar banget pertanyaan Lo bangke!” omel Luna setelah memukul bagian belakang kepala Wisnu.
“Cewek Lo kalo mukul orang dahsyat ya?” ucap Wisnu kepada Hardi yang hanya bisa menyengir.
“Gue yang nanya aja deh Rub,” Luna mengambil alih giliran Wisnu. “Hal apa yang paling buat Lo ngerasa nyesek banget?” lanjutnya.

“Ah iya, biar kita semua juga tahu apa salah kita selama ini,” balas Tania.

“Hal yang buat Gue sedih?” Aku bertanya kepada diriku sendiri, lalu tersenyum. “Kalo Ibu, Bapak dan kalian lupa sama hari ulang tahun Gue,” jawabku yang membuat mereka langsung saling berpandangan.

“Ah! Itu sih nyesek bangetlah!” ucap Luna.
“Iya! Gak cuma sedih tapi juga Gue bakal marah banget,” balas Hardi.
“Kalo sempet aja Lu pada lupa ultah Gue, siap-siap rambut Lo semua Gue jambakin!” Tania membalas obrolan itu dengan sangat berapi-api.
“Eh tapi Rub, ulang tahun Lo kapan sih? Belom lewat kan?” tanya Wisnu.

“Bulan depan,” jawabku.
~~~

Permainan Kami usai begitu saja, berlanjut dengan menghabiskan seporsi menu Pizza Hut yang dipesan oleh Hardi.

“Lo beneran langsung mau pulang? Gak mau tunggu Bian?” tanya Tania padaku.
“Gue harus pulang udah jam 11, di rumah juga lagi ga ada orang.”

“Akhirnya dateng juga si Bian kampret!” Aku langsung menoleh ke belakang dan mendapati Sabian baru saja datang dengan wajah lusuhnya.
“Udah pada mau balik?” tanya Sabian.
“Si Ruby udah mau balik,” ucap Luna sambil mengunyah Pizza-nya.

“Oh ya? Hati-hati ya!”

“Gue pulang ya! See you!

~~~

“Ruby!”

Bian berlari dan terengah-engah begitu berhenti tepat di sampingku. Kalau benar dugaanku, dia pasti berlari mengejarku yang kini sudah berada di pinggir jalan hendak menyetop taksi.

“Cepet banget sih jalan Lo!” omelnya. “Gue panggilin dari depan gang rumah si Wisnu, Lo tetep jalan aja!” lanjutnya.
“Gue gak denger,” jawabku sambil menunjuk Airpod di telinga sebelah kananku. “Ada apa?” tanyaku.

Ia menghela nafasnya sambil merogoh kantong jaketnya. “Selamat ulang tahun.”
“Apaan sih? Pasti karena permainan tadi kan makanya.....”

Aku lupa, Bian tidak ikut permainan tadi.

Nafasku tercekat sambil melihat ke arah Bian yang masih mengatur nafasnya. Tangan kanannya terulur sambil memegang kotak kecil.

“Waktu liburan ke Jepang kemarin Gue inget kalau Lo suka banget koleksi magnet kulkas,” ucapnya sambil membuka kotak kecil tersebut. “Jadi ada kenalannya temen Gue di Jepang yang terima jasa ukiran, dan tadaaaaa! Magnet kulkas satu-satunya di dunia,” jelas Bian.

Bian membuka kotak kecil itu, isinya bisa kulihat sebuah magnet kulkas kayu dengan ukiran nama lengkapku.

“Maaf ya, Gue gak ikut ngerayain tadi bareng anak-anak,” ucapnya kemudian yang langsung membuyarkan lamunanku.

“Ah gak masalah, tadi juga kita cuma makan pizza,” jelasku seadanya. “Makasih ya,” ucapku mengambil hadiah tersebut dari tangannya.
“Ok! Kalau gitu Gue balik ya? Mereka pasti nyariin Gue,” ucapnya yang kujawab dengan anggukan.

Bian lalu berbalik dan pergi kembali menuju rumah Wisnu. Pandanganku memudar begitu Bian berbalik pergi, Aku menangis.

“Terima kasih untuk ingatannya.”

~~~

“Sabian kemana sih?! Lama banget,”
“Dia parkir mobil di supermarket depan gang Lo lagi ya Nu?” tanya Hardi.
“Ya kan emang biasa dia parkir di situ, Lo semua tahu sendiri gimana sempitnya gang rumah Gue,” jawab Wisnu dari arah dapur.

“Memang dia gak bilang tadi mau kemana?”
“Bilangnya sih mau ambil Claudia di mobilnya,” jawab Luna.
“Ah pantes, Claudia kesayangan Bian,” ucap Tania. “Kalau sampe hilang, dia bisa gila,” lanjutnya.

Wisnu kembali dari dapur kecilnya dan duduk tepat di sebelah Hardi, menggoyang-goyangkan tas hitam di sampingnya.

“Bian beli kamera baru lagi atau gimana sih?” tanyanya.
“Kenapa?”
“Ini, Claudia lagi tidur cantik di sebelah gue,” jawab Wisnu sambil mengangkat kamera Canon EOS 80D kesayangan milik Sabian.

~~~

Komentar

Postingan populer dari blog ini

The Day We Parted

                        Perempuan itu menoleh ke belakang, mendapati seorang lelaki tengah berdiri sambil tersenyum. Perlahan perempuan itu mengangkat sedikit gaunnya yang sesekali terinjak kakinya yang belum mengenakan sepatu. “Cantik banget sih?” “Bisa aja lo.” “Tapi serius deh, ga nyangka gue lo cakep kalo dandan kayak gini,” ucap lelaki itu yang perlahan berjalan mendekati sang perempuan yang masih sibuk berkaca ditemani seorang perias. “Mbak Sara, 30 menit lagi saya jemput mbak-nya ya,” ucap sang perias yang berbalas anggukan kepada perempuan bernama Sara itu. Seolah paham, bahwa 2 orang tersebut sedang butuh privasi untuk sementara waktu.             Hanya ada saling pandang dan senyuman yang canggung antara 2 orang tersebut. Padahal 4 tahun harusnya waktu yang lama untuk bisa berhenti canggung satu sama lain. “Secantik itu ya...

My Old Story

  I wrote this story based on my life story. I wrote it while listening to IU's song "My Old Story."             Hanya ada keheningan, seorang wanita paruh baya memandang ke arah 2 orang putrinya. Tatapannya yang lemah itu, pernah berhasil menakuti masa kecil kedua putrinya. Tetapi kini, bahkan tatapan lemah wanita paruh baya itu tak mampu membuat kedua putrinya untuk kembali memandangnya. “Sakila, ibu mohon tinggal sehari dulu ya disini,” ucap wanita paruh baya itu memandang ke salah 1 putrinya yang sejak tadi sibuk dengan ponselnya. “Ga bisa bu, besok jam 11 aku udah harus flight ke Jakarta ada meeting sama klien,” jawab sang putri yang masih enggan menatap wajah sang Ibu. “Tiketnya apa ga bisa dijadwal ulang?” tanya sang ibu yang kini mendapat tatapan kesal dari sang putri. “Kila bisa batalin tiketnya bu, tapi kesempatan untuk ketemu klien kali ini ga datang 2 kali bu,” jawab Sakila yang berusaha meredam kekesalannya. “Mbak, lo bisa gak s...

Our Unwritten Seoul, Drama Ter-Healing se-2025

Setiap orang hidup dengan luka dan trauma masing-masing. Orangtua, saudara bahkan diri kita sendiri, terkadang masih menyangkal bahwa hidup berjalan baik-baik saja, padahal bagaimana kita menghadapi dan menjalani kehidupan yang seolah baik-baik saja ini malah menunjukkan, bahwa ada beberapa hal yang harus dan perlu dikomunikasikan. Our Unwritten Seoul adalah project drama kesekian milik Park Bo Young sebagai pemeran utama. Mengisahkan tentang sepasang saudara kembar identik, Yu Mi Rae dan Yu Mi Ji. Selayaknya saudara kandung, mereka memiliki kepribadian yang sangat bertolak belakang. Mi Ji adalah sosok ceria sedangkan Mi Rae memiliki sosok dingin dan dikenal dengan kepintarannya. Drama ini sepenuhnya berfokus dengan kisah Mi Ji selama menggantikan Mi Rae yang bekerja di Seoul. Sayangnya saya malah sangat menyukai dan merasa sangat relate dengan tokoh Mi Rae. Entah karena dia anak sulung atau kehidupannya yang memang terasa sangat nyata bagi saya. Ada masa di mana kita ingin melu...