a story by Fujama
Aku adalah seorang produser di salah satu televisi swasta
dan saat ini tengah terlibat di programku sendiri. Sedari tadi membolak-balik
kertas yang berisi pertanyaan, sambil memperhatikan timku yang berisi kameramen
dan pewawancara. Sesaat lagi Aku bersama dengan timku akan melakukan sesi
interview dengan salah satu narasumber. Program yang kutangani saat ini bernama
Aroma, bukan program yang menampilkan seorang chef sedang menciptakan sebuah
masakan, tetapi menampilkan siapa saja yang melalui kisah ceritanya mampu
menciptakan aroma emosi milik para khalayak yang menonton dan mendengarnya.
“Mbak, narsum udah
dateng!”
Setelah melihat Rian dan Endah sibuk dengan kamera dan
mikrofon, Aku langsung berdiri dan menjabat tangan Rubyola Dann.
“Tamara.”
“Ruby.”
“Kita briefing sebentar ga masalah kan?”
tanyaku.
“Ok,” jawabnya sambil
menerima kertas-kertas yang sebelumnya sibuk kubolak-balik.
Rubyola bukanlah seorang selebriti atau aktris terkenal.
Publik lebih mengenalnya sebagai parfume
designer, melalui produknya Ia berhasil menciptakan banyak wewangian yang
disukai publik hingga skala internasional. Ditinggal sendiri sejak usia 10
tahun oleh sang Ibu yang telah berpulang, sejak saat itu juga hidupnya Ia
tanggung sendirian.
~~~
Ruby sudah duduk di kursi yang sudah disediakan, dengan
suasana kafe yang sunyi namun tenang setidaknya membantunya untuk tetap nyaman
di depan kamera. Aku berdiri di belakang Rian dan Endah, mengamati
berlangsungnya interview.
Apa yang mendasari Anda untuk menjalani hidup
sebagai seorang desainer parfum?
Ruby menarik nafasnya
dan tersenyum dengan sangat manis. “Desainer parfum kayaknya bukan pilihan kata
yang pas untuk mudah dicerna, bilang aja Saya ini tukang parfum,” ucapnya yang
mengundang tawanya sendiri. “Dulu demi menghidupi kehidupan Saya sendiri,
selama 5 tahun Saya bekerja di salah satu toko yang menjual parfum non alkohol, yang dijual dengan harga
sesuai ukuran botol,” lanjutnya. “Uang yang diwariskan Ibu, cuma bisa membiayai
Saya hingga SMA dan jelas setelah itu sedikit tahu diri untuk tidak melanjut ke
jenjang perkuliahan. Jadilah Saya bekerja di toko parfum selama 5 tahun.”
“Saat bekerja di toko
itu, Saya memperhatikan banyak hal, salah satunya adalah aroma tubuh setiap
orang itu berbeda sehingga daya tarik yang tercipta juga berbeda.”
Sepertinya Ia benar-benar mencintai parfum, begitu nyaman
dan damai dirinya saat bercerita.
“Berawal dari menyukai
parfum, Saya juga ingin membantu orang lain untuk percaya diri dengan aroma
diri sendiri tanpa harus bergantung dengan aroma yang lainnya.”
Pertanyaan demi pertanyaan dilontarkan oleh Endah,
sementara Ruby tampak sangat nyaman dengan sesi interview dengan kami yang
sudah hampir memakan waktu selama 1 jam.
Kenapa memberi nama parfum yang Anda ciptakan dengan
warna-warna seperti Merah, Kuning, Hitam dan lainnya?
Itu harusnya jadi
pertanyaan terakhir.
“Karena warna-warna
tersebut adalah identitas seseorang dan aroma adalah wangi tubuh, ada yang sama
antara satu dengan yang lainnya ada juga yang berbeda dan disitulah letak daya
tarik yang tercipta.”
“Bagi Saya wangi itu
memori yang kapan saja menghirup aromanya bisa membawa ingatan di suatu hari,
bisa ingatan tentang seseorang, bisa juga tentang kejadian,” jelasnya. “Dan
warna inilah yang mempertegas kalau suatu hari seseorang sedang merindu, hirup
saja warna aromanya,” lanjutnya dengan tersenyum.
Aroma tubuh Anda sendiri warna apa?
Ruby masih tersenyum ke arah kamera sekalipun pertanyaan
itu datangnya dari bibirku.
“Aroma tubuh Saya yaitu
kuning, tapi Saya sangat menyukai aroma Biru,” ucapnya. “Aroma Ibu saya dan
para Ibu di dunia.”
Ia menunduk dengan tersenyum dan kembali tegak dengan
matanya yang sudah mulai berkaca.
Kenapa harus Biru?
Ruby tidak langsung menjawab namun Ia memilih diam,
pandangannya menerawang mencoba mengingat sesuatu lalu merangkainya.
“Karena kasih seorang Ibu sedamai melihat warna biru, wanginya tidak pernah tergantikan, seperti birunya langit dan lautan, tidak ada yang bisa menyamainya," lanjutnya kali ini sambil meneteskan air
mata sebelah kirinya.
“Untuk sebagian orang
yang berada di posisi Saya, memiliki Ibu namun sudah berpulang, Saya hanya bantu
sebisanya dengan menciptakan Biru yang bisa kalian rasakan aromanya kalau
sedang merindu ingin bertemu,” ucapnya.
Apa yang ingin disampaikan kepada Ibu?
Aku tidak tahu mengapa sesi interview ini menjadi haru,
Ruby masih bisa tersenyum saat dirinya hampir tidak bisa menahan bendungan air
matanya.
“Saya tahu Ibu tidak
akan pernah kembali, ada hal yang banyak dan belum sempat dibilang ke Ibu.
Tetapi lewat Biru, Saya panjatkan kata-kata ‘Terima Kasih Ibu’, ‘Ibu, maaf’ dan
‘Aku sayang Ibu’.”
Ruby sudah
menangis, Ia menutup wajahnya. Aku, Endah dan Rian saling berpandangan dengan
mata yang sedikit berkaca. Sepertinya Aku tahu kenapa Ia memilih Kuning sebagai
warna aromanya, Ia harus ceria karena hidup yang kejam bisa menerjangnya kapan
saja, untuk bertahan Ia juga butuh tawa.
Sesi interview
berakhir sudah, terima kasih Ruby untuk aroma kisahnya hari ini.
~THANK YOU~

Komentar
Posting Komentar