a short story by Fujama, based on Billie Eilish's song Ocean Eyes. Happy reading.
Musim Gugur, 2011
“Paman dan Bibiku
menjodohkanku.”
Saat itu Aku
bersama dengannya sedang berada di kedai minuman yang selanjutnya menjadi
langganan kami. Walaupun Kami berdua sedang berada di kedai minuman, tapi hanya
Aku yang minum, Ia hanya bercerita sambil membolak-balikkan potongan daging di
atas panggangan.
“Dengan siapa?”
“Choi Shi Wook,”
jawabnya sambil mengambil sepotong daging dengan sumpitnya lalu melahapnya
dengan tampang kesal.
“Bukannya dia penyanyi
terkenal? Bagaimana bisa?” tanyaku dengan herannya.
“Orang tuanya berteman
baik dengan Pamanku,” jawabnya. “Itu terjadi begitu saja, Aku tidak
menyukainya,” lanjutnya.
Aku tersenyum sendiri
melihatnya, hanya potongan daging panggang saja yang bisa membuatnya lupa akan
masalah.
Musim Dingin, 2014
Sambil
merapatkan jaket aku duduk dan masuk ke dalam kedai, langsung mendatangi satu
meja yang seolah sudah menjadi hak milik Aku dan perempuan itu.
“Apa ini?” tanyanya
begitu Aku meletakkan gulungan kertas di hadapannya.
“Hanya kertas,” jawabku
yang semakin mengundang kerutan di wajahnya. “Ada reporter yang mengikutiku
diam-diam sejak tadi, anggap saja kita sedang membicarakan satu proyek,”
jelasku.
“Mr. Kang, idemu luar
biasa sekali ya!” serunya sambil bertepuk tangan. “Proyek macam apa yang akan
Kita bicarakan? Kau Aktor dan aku produser musik,” lanjutnya yang hanya
kusambut dengan cengiran khasku.
Sejak dijodohkan
tahun 2011 lalu, hubungannya dengan penyanyi sekaligus aktor Choi Shi Wook
semakin dekat, bisa dibilang mereka saling menyukai. Malam itu dia becerita
kalau Ia baru saja memutuskan hubungan dengan Choi Shi Wook.
“Mana bisa Aku
melanjutkan hubungan dengannya dan mantan kekasihnya sekaligus,” begitu ucapnya
beriringan dengan hembusan nafasnya.
Kami sudah lama
berteman dan bersahabat, bahagia Kami sama, tapi ketika dia merasakan sakit Aku
juga turut merasakannya.
Musim Semi, 2017
“Mr. Kang! Shi Wook
melamarku!”
Begitu kira-kira
sapaannya pagi-pagi sekali melalui telepon, masih setengah sadar bisa kurasakan
Aku tidak bahagia, tetapi Aku harus terlihat bahagia.
“Kapan Dia melamarmu?”
“Tadi malam dia
memberiku cincin,” jawabnya. “Aku ingin memberitahumu besok saja, tapi aku
tidak sabar!” lanjutnya.
“Bodoh, hari ini sudah jadi
‘besok’ yang kau maksud,” ucapku.
Seingatku, Choi
Shi Wook sedang menjalani akhir masa wajib militernya sebagai petugas
kepolisian. Sejak berbulan-bulan yang lalu, temanku itu juga sudah bilang
padaku, mereka dekat kembali.
Musim Panas, 2017
Hari itu setelah
sampai di kedai minum langganan Kami, di satu meja aku tertegun sendiri
melihatnya untuk pertama kalinya meminum minuman beralkhohol.
“Kau minum?”
“Umurku sudah 28 tahun,
Aku sudah dewasa!” jawabnya sambil mengangkat botol soju dengan goyah.
“Biasanya masalahmu
hanya selesai dengan sepotong daging panggang,” balasku merebut gelasnya.
“Dia selingkuh di
belakangku,” ucapnya tiba-tiba. “Hubungan itu
sudah berjalan satu bulan lamanya,” lanjutnya sambil menopang wajahnya dengan
kedua telapak tangannya.
“Sudah tahu bajingan
kenapa masih mau menerimanya?!” ucapku dengan nada kesal.
“Joon-ah, Aku ini
pintar kan? Tapi kenapa Aku terlihat bodoh dan pasrah saat disakiti begini?”
Aku juga bodoh,
sudah tahu menyukaimu sejak lama, tapi hanya bisa diam.
Musim Dingin, 2017
Semenjak mengakhiri hubungan dengan Choi Shi Wook,
rutinitas Kami untuk bertemu semakin banyak. Kami masih sama-sama sibuk. Aku
sibuk dengan syuting drama dan filmku, dan dia sibuk memilah-milah lagu untuk
menjadi satu album milik grup idol dan penyanyi di agensinya.
Rumor itu berhembus langsung di telingaku, Ia tengah
menjalin hubungan dengan seseorang.
“Song Ji Cheol? Aktor?”
Ia mengangguk mantap
begitu aku menyebutkan nama itu. “Memang ada berapa macam orang bernama Song Ji
Cheol yang berprofesi sebagai aktor?”
Hubungan itu berjalan lancar, Aku tidak pernah menemukan
pria asing selain Aku yang bisa membuat perempuan itu terlihat bahagia.
Setidaknya bersama dengan pria itu,
Ia bahagia.
Juli, 2018
Hari ini adalah tanggal lahirku, sudah pukul 12 malam. 9
tahun mengenalnya, hanya perempuan itu yang berhasil menjadi yang pertama. Sial
atau tidak, tanggal kelahiranku sama dengan pria itu.
“Mr. Kang! Joon-ah! Ya! Kang Joon!”
Dari luar jendela kamarku bisa kulihat perempuan itu
melambaikan tangan kanannya dengan tangan kiri memegang kue kesukaanku, red
velvet. Dia tidak lupa hari ini, Aku sudah senang.
“Ini hampir jam satu
pagi.”
“Tapi masih menjadi
hari ulang tahunmu kan?” ucapnya sambil menghampiriku. “Tiup lilinnya!”
serunya.
Semoga
kita tidak akan terpisah. Itu harapanku.
“Maaf tahun ini aku
terlambat karena persiapan album kali ini sangat menyusahkan,” dia berbicara
sambil Kami memasuki rumahku. “Begitu selesai, Aku langsung ke sini. Untungnya
Aku sudah membeli kue ini sore tadi!” lanjutnya.
“Bukannya kekasihmu
juga....”
“Dia kekasihku, Kau
sahabatku,” potongnya. “Yang selalu ada harus diutamakan.”
Musim Gugur, 2018
Bagiku matanya selalu indah, ada satu foto kami berdua
saat merayakan ulang tahunnya yang ke-26, matanya selayaknya bibirnya yang
selalu tersenyum.
“Kemarin aku bertemu
dengannya, kami resmi berakhir.”
“Ji Cheol?”
Ia menyunggingkan
bibirnya sambil mengangkat alis. “Akhirnya Aku menangis di hadapannya.”
Aku pernah melihatnya menangis, kali ini memang perempuan
itu tidak menangis. Tapi bisa kurasakan sendiri, lewat sepasang mata birunya Ia
sedang frustasi.
“Sunyi sekali.”
Ia menyetel sendiri musik di mobilku.
I’ve been watching you for some time
Can’t stop staring at those ocean eyes
Can’t stop staring at those ocean eyes
Sepanjang
perjalanan Ocean Eyes menjadi lagu penghantar kisahku. Lagu kesukaannya.
“Tidak bisakah Kau melihatku
dengan cara yang lain?”
Ia menoleh dan langsung
melihat ke arahku. “Kau latihan dialog?”
“Aku bertanya padamu.”
“Mr. Kang.....”
“Bisakah Kau perluas
lagi pandanganmu kepadaku selain menjadi sahabat?”
Masih Musim Gugur, 2018
No fair
You really know how to make me cry
When you give me those ocean eyes
You really know how to make me cry
When you give me those ocean eyes
I’m scared
I’ve never fallen from quite this high
Falling into your ocean eyes
I’ve never fallen from quite this high
Falling into your ocean eyes
Paginya aku mengutuk diriku sendiri, mengutuk tingkah
bodohku tadi malam.
“Mr. Kang!”
Langsung saja aku menghambur keluar kamar menuju dapur
yang sudah terisi oleh perempuan itu. Ia sibuk mengisi bahan makanan di
kulkasku.
“Kenapa tidak bilang
kalau makanan di kulkas habis?!” omelannya terasa seperti biasa.
“Pergilah!”
“Aku tidak ingat
obrolan tadi malam.”
“Aku juga ingin seperti
itu, tapi perasaanku terasa sangat jelas!” ucapku.
“Kang Joon! Kau
temanku, Aku tidak ingin Kau menjadi bagian dari mereka,” balasnya. “Bagian
yang pernah menyakitiku.”
Aku menarik nafas, Ia
terkejut melihatku tersenyum sinis. “Apa mencintaimu berarti menyakitimu?”
“Ya.”
“Kalau begitu Aku sudah
menyakitimu sejak lama, maafkan Aku.
Pergilah.”
Musim Dingin, 2018
2 hari lagi aku akan segera melakukan kewajibanku,
melaksanakan wajib militer. Hari ini aku duduk di sampingnya, Ia tertidur
sangat pulas setelah disuntik obat bius beberapa kali. Ia menderita kelelahan
kronis.
Beberapa jam sebelum Aku tiba, Bibinya bercerita dia
memuntahkan semua makanan yang belum sempat dicernanya. Panas di tubuhnya juga
tak kunjung turun.
Ji
Hyun-ah, Aku pamit.
Musim Panas, 2019
Mendapat jatah libur sebanyak 3 hari membuat
langkahku akhirnya berdiri di bibir pantai. Cuaca hari ini sangat panas sekali
nyaris mencapai 38oC, cukup mampu untuk membuat kulit terasa
terbakar.
“Bagaimana
kabarmu?”
Selalu kupandangi foto Kami berdua, foto dimana Ia
tersenyum bersama mata birunya. Mata biru yang tidak pernah Aku tidak rindukan.
Terakhir bertemu Aku pamit padanya untuk melakukan wajib militer, tapi
setelahnya Ia yang pamit untuk pergi jauh.
Semoga
kota London jadi tempat terbaik baginya
~~~

Komentar
Posting Komentar