Langsung ke konten utama

[MOVIE REVIEW] MULAN : Patriot di Tengah Patriarki

 

         


           Judul               : Mulan

           Tanggal Rilis   : 25 Maret 2020 (seharusnya), 4 September 2020 (via Disney+)

            Pemain            : Liu Yifei, Donnie Yen, Gong Li, Yason An, Jet Li, etc.

            Sutradara       : Niki Caro.



       

        Sempat heboh di masa sebelum Covid-19 melanda, film live action Mulan sangat dinanti sekali kehadirannya. Terlebih setelah diumumkannya Liu Yifei sebagai karakter utama yakni Mulan, paras cantiknya dinilai warga net memang tampak seperti Mulan, walaupun beberapa mengira Lucy Liu-lah yang akan ditunjuk mengisi posisi karakter tersebut. Namun rupanya jalan film Mulan sama tidak mulusnya seperti kehidupan tokoh si Mulan, terjal. Sempat tersandung isu sang aktris utama yakni Liu Yifei yang mendukung polisi Hongkong terkait pemerintah China melalui aplikasi twitter, hal tersebut menyebabkan Mulan diboikot beberapa negara menjelang masa penayangannya. Belum selesai, Covid-19 menjadi batu halangan besar selanjutnya dalam masa-masa penayangan, bulan demi bulan Mulan kembali mengalami kemunduran jadwal tayang hingga akhirnya memilih untuk tampil perdana melalui aplikasi Disney+ Hotstar.

            Film Mulan memiliki plot cerita sederhana yang ramah keluarga, karena mungkin terlalu ramah sampai beberapa scene sangat terasa loncatannya saat menuju scene selanjutnya. Bercerita tentang Mulan yang sejak lahir diberkahi ‘Qi’ (dibaca Chi) energi yang diyakini warga China sebagai ‘kekuatan spiritual’ dan kehidupan saat itu menilai jika perempuan memiliki Qi maka itu adalah aib keluarga. Hal tersebut yang mendasari Mulan terpaksa menyembunyikan kekuatannya hingga ia dewasa.




            Menuju pertengahan film, konflik sudah mulai terasa, adalah saat Bori Khan pimpinan suku Rouran yang ingin meluluhlantakkan Kekaisaran China yang sebelumnya telah membunuh sang Ayah. Suku Rouran dalam melancarkan aksinya dibantu oleh seseorang wanita yang memiliki kekuatan yang sama hebatnya dengan Mulan, Gong Li luwes sekali saat mengisi peran tersebut.

            Rusuhnya keadaan negara ditambah dengan peraturan baru Kaisar yang mengharuskan setiap 1 keluarga wajib menyerahkan 1 anggota laki-laki di keluarga tersebut. Mulan memiliki 1 Ayah dan Ibu serta adik perempuan, aksi nekatnya mengharuskannya pergi secara diam-diam demi mengabdi kepada negara-nya yang sedang rusuh.


            Bagaimana aksi Mulan selanjutnya? Apa yang menyebabkan penyamarannya terhenti? Apa yang akan Kekaisaran China lakukan kepadanya terkait ketidakjujurannya akan identitas aslinya? Apakah ia dijauhi karena aibnya yang memiliki Qi? Semua Mulan jawab sendiri dalam durasi 2 jam.

            Jika bicara secara teknis maka lepaskan dulu isu Liu Yifei dengan masalah politik negaranya, ia cukup luwes untuk memerankan karakter Mulan. Tapi jujur saja, Mulan bukanlah kandidat film terbaik. Plot yang dimiliki sangat sederhana dan kurangnya eksplor dibagian pengambilan gambar sangatlah disayangkan mengingat Mulan termasuk dalam bagian film aksi.


            Namun, jika berbicara mengenai makna maka Mulan bisa masuk ke dalam kandidat terbaik. Walau Mulan termasuk pasrah akan kehidupannya saat itu yang mana kedudukan tertinggi dan terhormat perempuan adalah saat dan setelah menikah, namun ia tetap tidak terima jika perempuan dinilai lemah. Isu patriarki memang masih kental bahkan hingga saat sekarang, Mulan mampu menunjukkan bahwa lelaki di film tersebut tidak lemah namun setidaknya posisi perempuan tidak pula selalu harus di bawah.


            Akhir dari film Mulan memang terlalu klasik, tapi setiap hal memang harus diambil dan dilihat dari segala sisi. Seperti keadaan Mulan yang mengharuskannya berbohong, tapi teman-temannya tahu ada alasan mengapa bohong menjadi pilihannya. Film ini mungkin tidak merubah 100% pemikiran orang kebanyakan, tapi setidaknya memberitahu bahwa perempuan juga bisa berjuang sama seperti Mulan.

 

*8/10 untuk Mulan dan kisahnya, 10/10 untuk kecantikan Liu Yifei yang tiada lawan.



nb : Sorry if there are so many mistakes. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Movie Review : [Exhuma : Menggali Dendam Kelam Negara ]

Pertama-tama setelah menonton Exhuma, yang ingin saya ucapkan adalah Kim Goeun di layar bioskop lebih cakep daripada di layar ponsel. Kayak bingung aja gitu mau kagum sama visual atau akting dia yang sama-sama gong banget itu. Baiklah, review ini akan saya mulai dengan bismillah. Exhuma bukan sekedar film horror yang menjual jumpscare ala-ala gitu, tetap ada sisi mengejutkan yang yah cukup bisa membuat duduk para penonton menjadi gelisah. Jujur, waktu nonton ini ada perasaan gelisah yang lebih ke greget untuk fast forward ke scene berikutnya. Jika dibandingkan dengan The Wailing (2016), Exhuma masih jauh lebih mudah untuk dimengerti jalan ceritanya. Siapa yang pernah kepikiran untuk jadiin film horror berbasis sejarah Negara? Untuk mengerti alur cerita film ini, setidaknya kita harus paham dulu mengenai sejarah kelam Korea dengan Jepang.   Dari awal film dimulai, semua scene masih terasa biasa saja, tidak banyak jumpscare namun setiap scene-nya berhasil menyampaikan bahwa ‘in...

The Day We Parted

                        Perempuan itu menoleh ke belakang, mendapati seorang lelaki tengah berdiri sambil tersenyum. Perlahan perempuan itu mengangkat sedikit gaunnya yang sesekali terinjak kakinya yang belum mengenakan sepatu. “Cantik banget sih?” “Bisa aja lo.” “Tapi serius deh, ga nyangka gue lo cakep kalo dandan kayak gini,” ucap lelaki itu yang perlahan berjalan mendekati sang perempuan yang masih sibuk berkaca ditemani seorang perias. “Mbak Sara, 30 menit lagi saya jemput mbak-nya ya,” ucap sang perias yang berbalas anggukan kepada perempuan bernama Sara itu. Seolah paham, bahwa 2 orang tersebut sedang butuh privasi untuk sementara waktu.             Hanya ada saling pandang dan senyuman yang canggung antara 2 orang tersebut. Padahal 4 tahun harusnya waktu yang lama untuk bisa berhenti canggung satu sama lain. “Secantik itu ya...

Movie Review : ‘Hampir Mati Demi Mesin Cuci’ in Target : “Don’t Buy The Seller”

               Beberapa waktu yang lalu, ada berita menghebohkan tentang seorang wanita yang melakukan terror berupa order fiktif ke mantan pacarnya. Hal tersebut dipicu karena sakit hati tidak terima hubungan mereka diputuskan secara sepihak begitu saja. Langsung saja total ratusan order fiktif dikirim ke alamat rumah sang mantan. Kurang lebih seperti ini gambaran film yang baru-baru ini saya tonton. Film berjudul Target : Don’t Buy The Seller ini dibintangi oleh Shin Hye Sun & Kim Sung Kyun. Bercerita tentang Joo Soo Hyun (Shin Hye Sun) yang membeli mesin cuci bekas melalui situs online, namun barang yang dibeli sama sekali tidak berfungsi alias rusak. Sama seperti konsumen pada umumnya, Soo Hyun langsung menghubungi pihak s eller dengan niat protes dan berharap uang kembali. Namun naas baginya, seller langsung menonaktifkan akun dan hilang begitu saja. Apakah Soo Hyun patah semangat? Tentu saja tidak. Di sela-sela kesibukannya, So...